Di lain pihak, AS mengecam serangan drone tersebut. Presiden Joe Biden mengutuk keras serangan dan memuji al-Kadhimi atas ketenangan serta penahanannya dalam melindungi lembaga-lembaga negara Irak.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price mengatakan AS menawarkan bantuan untuk menyelidiki serangan itu. "Kami berhubungan erat dengan pasukan keamanan Irak yang bertugas menegakkan kedaulatan dan kemerdekaan Irak, kami telah menawarkan bantuan saat mereka menyelidiki serangan ini," ujar Price.
Serangan drone terjadi di tengah perselisihan antara pasukan keamanan dan milisi Syiah pro-Iran. Pendukung milisi Syiah pro-Iran telah berkemah di luar Zona Hijau selama hampir sebulan. Mereka melakukan aksi protes untuk menolak hasil pemilihan parlemen Irak di mana mereka kehilangan sekitar dua pertiga kursi.
Aksi protes berubah menjadi kekerasan pada Jumat (4/11) ketika para demonstran mencoba memasuki Zona Hijau. Pasukan keamanan menembakkan gas air mata dan peluru tajam untuk membubarkan demonstran.
Aksi demonstrasi tersebut berubah menjadi baku tembak. Satu pengunjuk rasa yang berafiliasi dengan milisi tewas serta puluhan aparat keamanan terluka. Al-Khadimi memerintahkan penyelidikan untuk menentukan penyebab bentrokan dan mencari petugas yang melanggar perintah untuk tidak melepaskan tembakan. Beberapa pemimpin faksi milisi paling kuat yang setia kepada Iran secara terbuka menyalahkan al-Kadhimi atas bentrokan.
“Darah para martir adalah untuk meminta pertanggungjawaban Anda,” kata Pemimpin milisi Asaib Ahl al-Haq, Qais al-Khazali.
"Para pengunjuk rasa hanya memiliki satu tuntutan terhadap kecurangan dalam pemilihan. Menjawab seperti ini (dengan tembakan langsung) berarti Anda yang pertama bertanggung jawab atas penipuan ini," kata al-Khazali menambahkan.