Jumat 31 Dec 2021 14:05 WIB

Strategi Pembantaian Militer Myanmar: Pembakaran Membabi Buta

Militer Myanmar kembali menerapkan strategi pembantaian sebagai senjata perang

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Christiyaningsih
Dalam foto ini disediakan oleh Karenni Nationalities Defense Force (KNDF), asap dan api mengepul dari kendaraan di kotapraja Hpruso, negara bagian Kayah, Myanmar, Jumat, 24 Desember 2021. Pasukan pemerintah Myanmar menangkap penduduk desa, beberapa diyakini wanita dan anak-anak, menembak mati lebih dari 30 orang dan membakar mayat-mayat itu, kata seorang saksi mata dan laporan lainnya, Sabtu. Militer Myanmar kembali menerapkan strategi pembantaian sebagai senjata perang.
Foto:

Militer melakukan kekerasan sebagai respons terhadap kekuatan perlawanan lokal yang bermunculan di seluruh negeri. Namun serangan militer telah menimbulkan kerugian dengan hilangnya nyawa warga sipil.

Jumlah korban pembantaian oleh militer Myanmar kemungkinan jauh lebih besar. Lokasi pembantaian cenderung terjadi di daerah terpencil dan militer menyembunyikan informasi tentang mereka dengan membatasi akses internet dan memeriksa ponsel.

“Ada kasus serupa yang terjadi di seluruh negeri pada saat ini, terutama di barat laut Myanmar. Lihat polanya, lihat bagaimana itu terjadi secara sistematis dan tersebar luas," ujar Kyaw Moe Tun, yang menolak untuk meninggalkan posisinya sebagai utusan Myanmar untuk PBB setelah militer merebut kekuasaan.

Sejauh ini, militer Myanmar yang dikenal sebagai Tatmadaw belum memberikan tanggapan. Tiga hari setelah serangan di Done Taw, surat kabar Global New Light of Myanmar yang dikelola pemerintah menolak laporan pembunuhan itu. Mereka menyebut pembunuhan itu sebagai berita palsu dan menuduh negara-negara tak dikenal ingin menghancurkan Myanmar dengan menghasut pertumpahan darah.

“Sifat betapa beraninya serangan ini benar-benar menunjukkan skala kekerasan dalam beberapa bulan mendatang dan khususnya tahun depan,” kata seorang peneliti untuk Human Rights Watch, Manny Maung.

Pergerakan pasukan militer menunjukkan kekerasan di wilayah barat laut kemungkinan akan meningkat. Dua konvoi militer dengan lebih dari 80 truk dari Sagaing telah berhasil mencapai negara bagian Chin. Seorang mantan kapten militer, Zin Yaw, mengatakan pasukan militer di Negara Bagian Chin telah diperkuat pada bulan Oktober. Pasukan militer saat ini mulai menimbun amunisi, bahan bakar, dan ransum di Sagaing.

Zin Yaw adalah veteran militer yang membelot pada Maret. Dia sekarang melatih pasukan oposisi. Zin Yaw kerap menerima pembaruan informasi dari teman-temannya yang masih aktif di militer dan memiliki akses ke dokumen pertahanan.

"Yang paling dikhawatirkan militer adalah menyerahkan kekuasaan mereka. Di militer mereka memiliki pepatah, jika Anda mundur, hancurkan semuanya. Itu berarti bahkan jika mereka tahu mereka akan kalah, mereka menghancurkan segalanya," ujar Zin Yaw.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement