Rabu 14 Dec 2022 00:55 WIB

Sekjen PBB: Suriah Butuh Bantuan Kemanusiaan yang Mendesak

Jutaan warga Suriah mungkin tidak dapat bertahan di musim dingin.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan Jika pengiriman bantuan dari Turki ke wilayah barat laut Suriah yang dikuasai pemberontak tidak diperbarui bulan depan, maka jutaan warga Suriah mungkin tidak dapat bertahan di musim dingin.
Foto: EPA-EFE/MAST IRHAM
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan Jika pengiriman bantuan dari Turki ke wilayah barat laut Suriah yang dikuasai pemberontak tidak diperbarui bulan depan, maka jutaan warga Suriah mungkin tidak dapat bertahan di musim dingin.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres memperingatkan, situasi kemanusiaan yang sudah mengerikan di Suriah semakin memburuk. Jika pengiriman bantuan dari Turki ke wilayah barat laut Suriah yang dikuasai pemberontak tidak diperbarui bulan depan, maka jutaan warga Suriah mungkin tidak dapat bertahan di musim dingin.

Dalam laporan kepada Dewan Keamanan PBB, Guterres mengatakan, bantuan lintas batas ke barat laut tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari operasi kemanusiaan untuk menjangkau semua orang yang membutuhkan. Pengiriman bantuan melintasi garis konflik di dalam negeri telah meningkat. Tetapi Guterres mengatakan, mereka tidak dapat menggantikan ukuran atau ruang lingkup operasi bantuan besar-besaran lintas batas PBB.

Guterres mengatakan, setidaknya 374 proyek bantuan kemanusiaan telah berlangsung di Surian sejak Januari. Bantuan ini secara langsung menguntungkan lebih dari 665.000 orang. Tetapi menurut Guterres mengatakan, perlu perluasan proyek bantuan lebih lanjut.

Dewan Keamanan PBB meminta laporan dari sekretaris jenderal tentang kebutuhan kemanusiaan Suriah untuk memperpanjang pengiriman makanan, obat-obatan, dan bantuan lain yang sangat dibutuhkan melalui penyeberangan Bab al-Hawa dari Turki ke barat laut Idlib selama enam bulan hingga 10 Januari. 

Pada Juli 2020, Cina dan Rusia memveto resolusi PBB yang akan mempertahankan dua titik penyeberangan perbatasan dari Turki untuk bantuan kemanusiaan ke barat laut Idlib.  Beberapa hari kemudian, pengiriman bantuan dikurangi menjadi hanya penyeberangan Bab al-Hawa selama satu tahun seperti yang mereka minta.

Pada Juli 2021, Rusia mendesak pengurangan lebih lanjut, akhirnya menyetujui perpanjangan enam bulan bergantung pada laporan dari sekretaris jenderal tentang kemajuan pengiriman lintas batas.  Tetapi pada bulan Juli tahun ini, Rusia bersikeras bahwa otorisasi PBB hanya berlangsung selama enam bulan.

"Penghentian pengiriman lintas batas di tengah bulan-bulan musim dingin akan berisiko meninggalkan jutaan warga Suriah tanpa bantuan yang diperlukan untuk bertahan dalam kondisi cuaca yang buruk," kata Guterres.

Guterres mengatakan, bantuan lintas batas tetap menjadi garis hidup bagi jutaan orang. Pembaharuan resolusi Dewan Keamanan yang mengesahkan pengiriman lanjutan tidak hanya bersifat kritis, tetapi merupakan keharusan moral dan kemanusiaan.

Menurut laporan Guterres sebanyak 7,5 juta orang tinggal di daerah yang tidak berada di bawah kendali pemerintah Suriah. Dari jumlah tersebut, sebanyak 6,8 juta di antaranya membutuhkan bantuan kemanusiaan karena permusuhan dan perpindahan yang meluas.

"Setelah 11 tahun konflik, negara ini masih memiliki jumlah pengungsi internal terbesar di dunia, mendorong salah satu krisis pengungsi terbesar di dunia, dan situasi kemanusiaan terus memburuk," ujar Guterres.

Situasi yang sudah mengerikan ini diperparah dengan penyebaran kolera di seluruh negeri, pandemi Covid-19, ekonomi dan iklim yang memburuk.  Termasuk guncangan lain yang disebabkan oleh manusia.

“Akibat dari tantangan tersebut, pada tahun 2023, 15,3 juta orang dari total populasi 22,1 juta diperkirakan membutuhkan bantuan kemanusiaan, dibandingkan dengan 14,6 juta orang pada tahun 2022. Ini adalah tingkat tertinggi orang membutuhkan bantuan kemanusiaan sejak awal konflik pada tahun 2011," kata Guterres.

Data tentang kebutuhan kemanusiaan yang dikumpulkan oleh PBB dan mitranya menunjukkan, pada Juli dan Agustus sekitar 85 persen dari total 34.000 rumah tangga tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar mereka. Jumlah tersebut meningkat dari 2021 yang mencapai 75 persen.

Laporan tersebut juga mengutip peningkatan kekurangan gizi akut yang diderita anak usia 6 bulan hingga 5 tahun pada tahun 2022 sebesar 48 persen. Setidaknya 25 persen anak di bawah usia lima tahun di beberapa kabupaten terhambat pertumbuhannya, dan berisiko mengalami kerusakan permanen pada perkembangan fisik dan kognitif. Termasuk infeksi berulang, keterlambatan perkembangan, kecacatan dan kematian.

Guterres mengatakan, cuaca musim dingin diperkirakan akan memperburuk situasi bagi jutaan warga Suriah. Di antara kelompok yang paling rentan adalah mereka yang berada di wilayah barat laut yang bergantung pada pengiriman bantuan lintas batas. Mereka menghadapi kondisi kemanusiaan yang menurun karena permusuhan yang sedang berlangsung dan krisis ekonomi yang semakin dalam.

“Saat ini di barat laut, terdapat 4,1 juta orang, 80 persen di antaranya perempuan dan anak-anak. Dari 4,6 juta penduduk, diperkirakan membutuhkan bantuan kemanusiaan untuk memenuhi kebutuhan paling dasar mereka,” kata Guterres.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement