REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON -- Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern, mengundurkan diri dari jabatannya pada Kamis (19/1/2023). Ardern merupakan politisi muda Selandia Baru yang menjadi pemimpin Partai Buruh pada Agustus 2017 dalam usia 37 tahun.
Ardern mencatat sejarah sebagai perdana menteri termuda di Selandia Baru dalam lebih dari 150 tahun. Ardern lahir di Hamilton, Selandia Baru pada 26 Juli 1980 dengan nama lengkap Jacinda Kate Laurell Ardern.
Dilansir laman Britannica, pada Juni 2018 Ardern melahirkan anak pertamanya. Dengan demikian, dia menjadi pemimpin pertama suatu negara dalam hampir 30 tahun yang melahirkan saat menjabat.
Pada 15 Maret 2019, Ardern menghadapi serangan penembakan brutal di dua masjid di Kota Christchurch dan Kota Linwood. Penembakan ini menewaskan 50 orang dan menyebabkan 50 lainnya mengalami luka-luka. Pelaku penembakan adalah seorang warga negara Australia yang terpapar ideologi supremasi kulit putih.
Pelaku mengunggah manifesto anti-imigran setebal 74 halaman di media sosial sebelum memulai serangan dengan senapan serbu dan shotgun. Pelaku menyiarkan aksinya secara langsung di Facebook. Ardern menyebut penembakan itu sebagai serangan teroris.
Sikap Ardern dalam menanggapi serangan terorisme ini menuai pujian. Ardern menunjukkan solidaritasnya terhadap umat Muslim yang sedang berduka. Dia menggunakan jilbab ketika mendatangi keluarga korban maupun menjenguk korban yang terluka di rumah sakit. Ardern kemudian menyerukan perubahan pada undang-undang senjata Selandia Baru. Seruannya ini mendapatkan persetujuan secara luas di negara tersebut.
Penembakan itu menjadi kejutan besar bagi Selandia Baru yang selama ini dikenal sangat aman, dengan catatan kriminalitas rendah. Tanggapan Ardern yang penuh kasih tetapi kuat terhadap serangan penembakan brutal di dua masjid itu menuai pujian dari seluruh dunia.
Reaksinya kembali tenang dan terukur ketika erupsi vulkanik melanda Whakaari atau White Island pada Desember 2019. Peristiwa ini merenggut 21 nyawa. Pada saat letusan, 47 orang wisatawan dan pemandu sedang berada di pulau tersebut. Foto Ardern yang menenangkan responden pertama dengan pelukan telah menjadi ikon dunia.
Terlepas dari persepsi positif di luar negeri tentang kepemimpinan Ardern, banyak warga Selandia Baru tampaknya kurang puas dengan catatan perdana menteri dalam mengatasi kekurangan perumahan dan kemiskinan anak. Ardern telah berjanji untuk menuntaskan masalah tersebut.
Namun belum selesai menunaikan janjinya, pandemi Covid-19 melanda dunia. Merebaknya pandemi virus corona yang dimulai pada awal 2020 membuat Ardern dan pemerintahannya mengambil pendekatan “go hard and go early”. Pemerintahan Ardern merespons Covid-19 dengan cepat dan tegas. Pemerintah menghentikan kunjungan asing ke Selandia Baru pada pertengahan Maret dan memberlakukan penguncian nasional yang ketat.
Dalam prosesnya, ekonomi negara yang bergantung pada pariwisata mengalami pukulan keras secara historis. PDB anjlok lebih dari 12 persen pada kuartal Juni 2020, penurunan kuartalan paling tajam dalam sejarah ekonomi Selandia Baru yang tercatat.
Selandia Baru berhasil mengatasi penyebaran virus corona dengan cepat dan menyeluruh. Pada Agustus, negara tersebut telah melewati sekitar 100 hari tanpa bukti penyebaran virus di masyarakat. Ardern berhasil mengawasi respons sukses negara terhadap pandemi dengan kombinasi kebijakan garis keras yang digerakkan oleh sains, serta sentuhan manusia yang cekatan.