Para ahli mengatakan, kurangnya infrastruktur pertanian yang memadai, mesin dan persediaan termasuk pupuk dan bahan bakar telah membuat Korea Utara lebih rentan terhadap bencana alam. Negara Korea Utara juga berusaha untuk memperluas lahan subur melalui reklamasi tanah pasang surut di sepanjang pantai baratnya sejak 1980-an. Tetapi upaya sebelumnya gagal karena teknik dan pemeliharaan yang buruk.
Di bawah Kim, proyek reklamasi relatif lebih berhasil, tetapi dengan kemajuan yang lambat dalam mengubah dataran lumpur pesisir menjadi lahan pertanian yang subur. Poyek 38 North yang berbasis di AS pada akhir 2021 melaporkan, proyek reklamasi tidak banyak membantu mengurangi kekurangan pangan.
"Laporan media negara mengatakan mereka menetapkan tujuan dan rencana aksi baru, tetapi saya tidak melihat sesuatu yang baru karena semua elemen termasuk irigasi dan reklamasi telah diangkat sebelumnya," kata seorang profesor studi Korea Utara di Universitas Kyungnam di Korea Selatan, Lim Eul-chul.
Seorang profesor di Universitas Studi Korea Utara di Seoul, Yang Moo-jin, juga mencatat bahwa laporan tersebut tidak menyarankan ide-ide baru atau kemungkinan perubahan dalam kebijakan biji-bijian yang dituding Korea Selatan sebagai penyebab kekurangan pangan.
Korea Selatan telah memperingatkan tentang meningkatnya krisis pangan di Korea Utara yang terisolasi. Termasuk lonjakan kematian akibat kelaparan baru-baru ini di beberapa daerah, karena kegagalan kebijakan biji-bijian yang membatasi transaksi tanaman pribadi.