REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengumumkan pada Kamis (9/3/2023), telah menandatangani perjanjian untuk membeli kapal untuk mentransfer lebih dari sejuta barel minyak mentah. Kapal ini nantinya bisa mengangkut minyak di sebuah kapal tanker berkarat yang terdampar di lepas pantai Yaman.
Kesepakatan itu adalah langkah pertama dalam operasi terakhir untuk mengevakuasi kargo. Upaya ini pun menghilangkan ancaman kerusakan lingkungan besar-besaran dari kemungkinan tumpahan atau ledakan minyak.
Administrator Program Pembangunan PBB Achim Steiner mengatakan, kesepakatan itu ditandatangani dengan Euronav, perusahaan tanker independen terbesar di dunia. Proses ini untuk mengamankan pembelian kapal pengangkut minyak mentah besar untuk usaha tersebut.
Kapal induk berlambung ganda ini ditemukan setelah pencarian intensif di pasar global yang sangat tertekan. Diperkirakan kapal tersebut akan berlayar dalam bulan depan ke perairan Laut Merah Yaman dan parkir di samping FSO Safer.
“Jika semuanya berjalan sesuai rencana, transfer minyak mentah dari kapal ke kapal akan dimulai pada awal Mei,” kata Steiner.
Safer buatan Jepang dibangun pada 1970-an dan dijual ke pemerintah Yaman pada 1980-an untuk menyimpan hingga tiga juta barel minyak yang dipompa dari ladang di Marib, sebuah provinsi di Yaman timur. Negara Semenanjung Arab yang miskin itu selama bertahun-tahun dilanda perang saudara.
Konflik Yaman dimulai pada 2014, ketika Houthi yang didukung Iran merebut ibu kota, Sanaa, dan sebagian besar wilayah utara negara itu, memaksa pemerintah melarikan diri ke selatan, kemudian ke Arab Saudi. Tahun berikutnya, koalisi yang dipimpin Saudi memasuki perang untuk melawan Houthi dan mencoba memulihkan pemerintahan yang diakui secara internasional untuk berkuasa.
Usai pecahnya perang, tidak ada perawatan tahunan yang dilakukan sejak 2015 di kapal sepanjang 360 meter dengan 34 tangki penyimpanan. Sebagian besar awak kapal, kecuali 10 orang, ditarik dari kapal setelah Saudi memasuki konflik.
Pada 2020, dokumen internal yang diperoleh Associated Press menunjukkan, air laut telah masuk ke dalam kompartemen mesin Safer. Kondisi ini menyebabkan kerusakan pipa dan meningkatkan risiko tenggelam.
Karat telah menutupi bagian-bagian kapal tanker dan gas lembam yang mencegah tangki mengumpulkan gas yang mudah terbakar, telah bocor. Para ahli mengatakan, pemeliharaan tidak mungkin dilakukan lagi karena kerusakan kapal tidak dapat diperbaiki.
Situasi tersebut menimbulkan kekhawatiran akan tumpahan atau ledakan minyak besar-besaran yang dapat menyebabkan bencana lingkungan. PBB telah berulang kali memperingatkan bahwa kapal tanker itu dapat melepaskan minyak empat kali lebih banyak daripada bencana Exxon Valdez yang terkenal di lepas pantai Alaska pada 1989.
Per 7 Maret, PBB telah mengumpulkan 95 juta dolar AS dari 129 juta dolar AS yang dibutuhkan untuk fase darurat pemindahan minyak mentah dari Safer. Sejauh ini, hanya 75 juta dolar AS telah diterima.
Steiner mengatakan, biaya dari kapal pengangkut minyak mentah besar berusia 50 tahun adalah 55 juta dolar AS. Dia menyatakan, PBB mencari selama berminggu-minggu dan telah meminta sumbangan.
“Tapi pasar jelas tidak seimbang, sehingga kami pada akhirnya harus menyimpulkan bahwa satu-satunya cara kami dapat maju, daripada menunggu kemurahan hati seseorang, adalah mengambil keputusan untuk tidak hanya menyewa kapal tetapi benar-benar membelinya,” ujar Steiner.
Koordinator kemanusiaan PBB untuk Yaman David Gressly berharap minyak akan dikeluarkan dari Safer dalam tiga hingga empat bulan ke depan. "Namun kami masih sangat membutuhkan dana untuk mengimplementasikan rencana tersebut dan mencegah bencana," ujarnya.