Sabtu 13 May 2023 20:10 WIB

Isu Kebebasan Berhijab di Tengah Kontestasi Pilpres Turki

Larangan berhijab baru dihapus pada 2013 ketika Erdogan menjabat perdana menteri.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolandha
Pendukung calon presiden Aliansi Rakyat Recep Tayyip Erdogan, menghadiri rapat umum kampanye pemilu di Istanbul, Turki, Jumat, 12 Mei 2023.
Foto:

Perempuan berusia 41 tahun itu termasuk di antara mereka yang memutuskan meninggalkan kuliah dan belajar dari rumah ketika Turki menerapkan larangan berhijab. Esin mengatakan itu sebabnya dia memilih AK Party dan akhirnya bekerja untuk partai Erdogan tersebut selama delapan tahun.

Namun pada pemilu pada Ahad, Esin belum memutuskan apakah akan memilih AK Party atau CHP. “Mereka (AK Party) telah mempolitisasi jilbab sebagai alat untuk mendapatkan lebih banyak suara. Mereka akan melakukan apa saja untuk mendapatkan lebih banyak suara,” ucapnya.

Sementara itu perempuan Turki lainnya, Sevgi (50 tahun), mengungkapkan dia berencana memilih CHP. Sevgi adalah seorang pensiunan petugas layanan sosial yang juga mengenakan hijab. “Saya tidak berpikir CHP akan kembali ke 'cara lama'. Mereka akan menghormati hak perempuan untuk mengenakan cadar,” kata Sevgi kepada Aljazeera.

Tidak semua perempuan Turki memiliki pandangan serupa dengan Sevgi terhadap CHP. Fatma, seorang akademisi, meninggalkan Turki  dan pergi ke Amerika Serikat (AS) karena merasa dibekukan dari akademisi Turki karena pilihannya untuk mengenakan hijab. Meski sudah ada pencitraan ulang dari CHP, Fatma mengaku masih skeptis terhadap perubahan haluan partai tersebut.

“Saya tidak bisa tiba-tiba percaya bahwa sikap politik ini sekarang akan melindungi saya. Saya tidak percaya bahwa mereka (CHP) telah berubah. Setidaknya mereka belum meyakinkan saya bahwa mereka melakukannya,” ujar Fatma.

Banyak orang Turki konservatif memuji Erdogan karena membebaskan pembatasan agama. Erdogan dan partainya dinilai mampu mempertahankan basis pemilih mereka yang lebih religius yang telah lama merasa terasingkan oleh mantan elite sekuler Turki.

“AK Party memperbaiki masalah kebebasan berpakaian keagamaan. Saya tidak merasa saya akan memiliki kebebasan yang sama jika CHP terpilih. CHP sekarang mengatakan akan menghormati hak perempuan bercadar hanya untuk mendapatkan lebih banyak suara,” kata Aisha, seorang siswa berusia 23 tahun yang mengenakan jilbab saat diwawancara Aljazeera di pusat kota Istanbul.

 

Teman Aisha, Meryem (20 tahun), memiliki sikap dan pandangan yang sejalan. “Saya khawatir mereka (oposisi) dapat membatasi kebebasan kita dalam berpakaian, mungkin tidak sekaligus tetapi secara bertahap. Saya tidak berpikir CHP telah menjadi toleran secara agama. Itu hanya berusaha menarik dukungan dari wanita konservatif,” ucap Meryem.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement