Senin 19 Jun 2023 07:10 WIB

PBB Galang Dana Bantuan, Kelompok Bertikai di Sudan Sepakat Gencatan Senjata

2,57 miliar dolar AS dana yang dibutuhkan untuk membantu korban konflik di Sudan.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Nidia Zuraya
Orang-orang menyiapkan makanan di Khrtoum, Sudan, Jumat, 16 Juni 2023. Sudan telah dilanda kekacauan sejak pertengahan April karena pertikaian antara militer dan pasukan paramiliter.
Foto: AP Photo
Orang-orang menyiapkan makanan di Khrtoum, Sudan, Jumat, 16 Juni 2023. Sudan telah dilanda kekacauan sejak pertengahan April karena pertikaian antara militer dan pasukan paramiliter.

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Pihak-pihak yang bertikai di Sudan berusaha memulai gencatan senjata yang lebih serius menghentikan pertikaian, pada Ahad (18/6/2023) pagi, setelah dua bulan pertempuran mendorong negara Afrika itu ke dalam kekacauan.

Warga di ibu kota, Khartoum, dan kota tetangganya, Omdurman, melaporkan suasana relatif tenang, pada jam-jam pertama gencatan senjata Ahad pagi, setelah bentrokan sengit dilaporkan terjadi pada hari sebelumnya.

Baca Juga

Gencatan senjata selama tiga hari ini dilakukan menjelang konferensi yang akan diselenggarakan PBB dan negara-negara lain pada Senin (19/6/2023), untuk menggalang dana guna memenuhi kebutuhan kemanusiaan di Sudan.

PBB mengatakan mereka menerima kurang dari 16 persen dari 2,57 miliar dolar AS yang dibutuhkan untuk membantu mereka yang membutuhkan di Sudan pada tahun 2023. Masih dibutuhkan bantuan dana 470 juta dolar AS lagi untuk membantu para pengungsi di wilayah Tanduk Afrika, dalam laporan PBB.

Amerika Serikat dan Arab Saudi, mengumumkan perjanjian gencatan senjata pada hari Sabtu (17/6/2023). Keduanya memimpin upaya diplomatik bersama untuk menghentikan perang antar pasukan militer dan paramiliter di Sudan, yang terjadi selama dua bulan terakhir.

Amerika Serikat dan Arab Saudi mengatakan dalam sebuah pernyataan bersama bahwa pihak militer dan kelompok paramiliter saingannya-Pasukan Pendukung Cepat, setuju untuk menghentikan pertempuran dan menahan diri untuk tidak memulai serangan selama gencatan senjata.

Sudan terjerumus ke dalam kekacauan setelah berbulan-bulan ketegangan yang memburuk antara para jenderal yang bersaing memuncak, menjadi pertempuran terbuka, pada pertengahan April. Peperangan pecah di seluruh negeri dengan ibukota Khartoum dan wilayah Darfur barat yang paling parah terkena dampak konflik bersenjata.

Pertempuran tersebut mengubah Khartoum dan daerah perkotaan lainnya menjadi medan pertempuran. Lebih dari 3.000 orang kehilangan nyawa dan lebih dari 6.000 orang lainnya terluka, menurut Menteri Kesehatan Haitham Mohammed Ibrahim. Hal ini memaksa lebih dari 2,2 juta orang meninggalkan rumah mereka ke daerah yang lebih aman di dalam Sudan dan ke negara-negara tetangga.

Gencatan senjata ini merupakan yang terbaru dari serangkaian upaya gencatan senjata yang ditengahi oleh Amerika Serikat dan Arab Saudi. Setelah hampir semua upaya gencatan senjata telah gagal menghentikan pertempuran, dengan para penengah menyalahkan kedua belah pihak yang bertikai atas pelanggaran yang terus berulang.

Situasi kemanusiaan di Sudan ini semakin memburuk, di mana sedikitnya 24,7 juta orang - lebih dari separuh populasi negara itu - membutuhkan bantuan kemanusiaan. Dan lebih dari 100.000 anak diproyeksikan menderita malnutrisi akut yang parah dengan komplikasi medis pada akhir tahun ini, sebagaimana laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan kondisi itu pada Jumat.

Badan kesehatan PBB tersebut mengatakan bahwa mereka membutuhkan 145 juta dolar AS untuk memenuhi kebutuhan kesehatan yang meningkat, bagi mereka yang terkena dampak konflik di Sudan dan membantu mereka yang mengungsi ke negara-negara tetangga.

"Skala krisis kesehatan ini belum pernah terjadi sebelumnya," kata Ahmed Al-Mandhari, Direktur Regional WHO untuk Mediterania Timur. Ia menambahkan bahwa dana itu sangat dibutuhkan untuk mencegah keruntuhan sistem kesehatan Sudan.

Konflik telah menghancurkan infrastruktur negara tersebut. Konflik tersebut juga menyebabkan sekitar 60 persen fasilitas kesehatan di seluruh negeri tidak berfungsi, di tengah-tengah penurunan drastis pasokan medis, yang dihancurkan atau dijarah, menurut WHO. Badan PBB tersebut mengatakan bahwa mereka telah mengkonfirmasi setidaknya 46 serangan terhadap fasilitas kesehatan antara tanggal 15 April dan 8 Juni 2023 lalu.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement