Selasa 20 Jun 2023 07:56 WIB

Israel tidak Yakin Arab Saudi Setuju Buka Penerbangan Langsung ke Riyadh

Israel menyebut tidak ada maskapai yang mengajukan penerbangan khusus ke Arab Saudi.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nidia Zuraya
 Pelancong berjalan dengan barang bawaan mereka di Bandara Ben Gurion dekat Tel Aviv, Israel, 28 November 2021.
Foto: AP/Ariel Schalit
Pelancong berjalan dengan barang bawaan mereka di Bandara Ben Gurion dekat Tel Aviv, Israel, 28 November 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Israel mengatakan tidak berharap penerbangan langsung ke Arab Saudi untuk muslim Israel melaksanakan ibadah haji dibuka tahun ini. Israel juga mengecilkan kemungkinan normalisasi hubungan dengan Riyadh yang ditengahi Amerika Serikat (AS).

Arab Saudi yang berpengaruh di kawasan diam-diam memberi persetujuan saat negara-negara tetangganya Uni Emirat Arab dan Bahrain memperbaiki hubungan dengan Israel pada 2020 lalu. Tapi tidak mengikuti langkah tersebut, dengan mengatakan tujuan berdirinya negara Palestina harus ditangani lebih dahulu.

Baca Juga

Namun, pejabat Israel dan AS berharap Arab Saudi akan memberi isyarat baik dengan mengizinkan minoritas muslim di Israel melakukan penerbangan langsung untuk melaksanakan ibadah haji tahun ini. Riyadh pun tidak pernah menawarkan langkah itu secara resmi.

Muslim hanya 18 persen dari total populasi Israel. Haji tahun ini dilaksanakan pada 25 Juni sampai 2 Juli. Kementerian Transportasi Israel melaporkan tidak ada maskapai yang mengajukan penerbangan khusus ke Arab Saudi.

"Mungkin haji berikutnya kami berada di posisi untuk membantu masalah ini, dan penerbangan (khusus) akan berangkat dari sini, tapi masih terlalu dini untuk mengatakannya," kata Penasihat Keamanan Nasional Israel Tzachi Hanegbi, Senin (20/6/2023).

Pemerintah Presiden AS Joe Biden mengatakan normalisasi hubungan Israel-Arab Saudi merupakan kepentingan keamanan nasional AS. Isu ini juga merupakan prioritas utama kebijakan luar negeri Perdana Menteri Benjamin Netanyahu yang kembali berkuasa bulan Desember lalu.

Pemerintah sayap-kanan Netanyahu berjanji memperkuat hubungan dengan negara-negara Arab Saudi karena kecemasan menghadapi Iran. Namun dalam sebuah wawancara dengan surat kabar pada akhir pekan lalu Hanegbi mengatakan normalisasi "masih jauh" karena, menurutnya tergantung pada ketegangan antara Riyadh dan Washington.

"Karena kami pikir kesepakatan Arab Saudi-AS pendahuluan pada setiap kesepakatan damai (Israel) dengan Riyadh, kami menilai peluang akan terealisasi tidak tinggi," kata Hanegbi pada Israel Hayom.  

Salah satu sumber mengatakan Riyadh ingin AS mendukung program nuklir sipilnya sebagai imbalan normalisasi hubungan Israel. AS telah menyuarakan keraguan quid-pro-quo semacam itu.

Saat berkunjung ke Arab Saudi pada 8 Juni lalu Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan pemerintah AS akan terus bekerja pada normalisasi untuk "berhari-hari, berpekan-pekan, dan berbulan-bulan ke depan."

Di stasiun televisi Channel 14 TV, Menteri Luar Negeri Israel Eli Cohen mengatakan ia melihat 'jendela peluang' untuk Washington menanggapi permintaan Arab Saudi sebagai imbalan normalisasi hubungan dengan Israel sampai Maret 2024. "(Setelah itu) Amerika Serikat akan tenggelam dalam pemilihan (presiden)," kata Cohen.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement