Di Moskow, Shoigu sedang menyelesaikan rencana yang diharapkan dapat mengurangi pengaruh musuhnya untuk selamanya. Pada 10 Juni dia mengumumkan rencana bahwa formasi pasukan sukarelawan akan diminta untuk menandatangani kontrak langsung dengan Kementerian Pertahanan, mengintegrasikan mereka dengan militer, dan memberi mereka status hukum baru. Rancangan undang-undang (RUU) tersebut memberikan tenggat waktu kepada PMC atau Formasi Relawan hingga 1 Juli untuk mematuhi dan menandatangani kontrak.
Pengumuman Shoigu itu secara luas dipandang sebagai langkah untuk mengurangi pengaruh Prigozhin. Hal ini dengan cepat memicu kemarahan bos tentara bayaran itu.
"Wagner tidak akan menandatangani kontrak apa pun dengan Shoigu. Shoigu tidak bisa mengelola formasi militer dengan baik," ujar Prigozhin.
Kendati demikian, langkah tersebut akan memicu kewaspadaan Prigozhin. Sebagai operator politik veteran, Shoigu tidak akan bergerak untuk mengambil kendali Wagner tanpa persetujuan dari Presiden Putin. Prigozhin mungkin telah menyadari bahwa presiden akhirnya memutuskan untuk mendukung kepala pertahanannya dan meminggirkan sekutu lamanya.
Sejak itu, Prigozhin mulai merencanakan pemberontakannya, dengan Institut Studi Perang (ISW) yang berbasis di Amerika Serikat. Prigozhin mengatakan, satu-satunya jalan untuk mempertahankan Grup Wagner sebagai kekuatan independen adalah berbaris melawan Kementerian Pertahanan Rusia. Pada Jumat (23/6/2023) pasukan Wagner menduduki Kota Rostov di Rusia. Namun, setelah mendapatkan beberapa tekanan, pasukan Wagner mundur dari kota tersebut menuju ke Belarusia.
Keputusan Prigozhin menghentikan pawai di Moskow kemungkinan akan membuat marah banyak elemen pro-perang garis keras di Rusia. Sementara ISW memperkirakan, banyak personel Wagner kemungkinan besar tidak akan senang dengan potensi penandatanganan kontrak dengan Kementerian Pertahanan.
Sekitar 10 perusahaan militer swasta sekarang beroperasi di Rusia. Shoigu disebut mengendalikan perusahaan militer swastanya sendiri bernama Patriot PMC yang beroperasi di Ukraina dan bersaing langsung dengan Wagner. Kesetiaan kelompok-kelompok ini kepada rezim sekarang harus dipertanyakan dan mungkin melemahkan asumsi bahwa pemerintahan Putin lebih mampu menahan konflik panjang di Ukraina daripada pemerintahan Presiden Volodymyr Zelensky di Kiev.
“Harapan sebagian elite Rusia, termasuk, tampaknya, presiden sendiri, bahwa perang panjang bermanfaat bagi Rusia adalah ilusi yang berbahaya. Perpanjangan perang membawa risiko politik domestik yang sangat besar bagi Federasi Rusia," kata seorang analis di Pusat Analisis Strategi dan Teknologi yang berbasis di Moskow, Ruslan Pukhov.