REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) menyetujui kemungkinan penjualan rudal jelajah siluman ke Jepang. Dalam kesepakatan itu sekutu AS akan membeli 50 AGM-158B/B-2 Joint Air-to-Surface Standoff Missiles with Extended Range dari Lockheed Martin.
Berdasarkan pengumuman yang disampaikan Badan Kerja Sama Keamanan Pertahanan AS (DSCA), pada Senin (28/8/2023) penjualan ini akan dilakukan melalui program Penjualan Militer Luar Negeri.
DSCA mengatakan kesepakatan senilai 104 juta dolar AS mencakup GPS anti-jamming JASSM, pelatihan pengoperasian rudal serta suku cadang dan perlengkapan pendukung.
“Proposal penjualan ini akan meningkatkan kemampuan Jepang dalam menghadapi ancaman saat ini dan masa depan dengan menyediakan kemampuan bertahan melalui sistem serangan jarak jauh yang canggih untuk digunakan pada pesawat tempur Angkatan Udara Bela Diri Jepang (JASDF) termasuk namun tidak terbatas pada F- 15J,” kata DSCA seperti dikutip dari Defence News, Kamis (31/8/2023).
Proposal ini sudah diajukan ke Kongres, di mana jumlah dan harganya dapat berubah.
Jepang berencana untuk meningkatkan 68 F-15J Eagle produksi Mitsubishi dengan radar, komputer misi, dan kemampuan serangan darat baru. Negeri Sakura berencana menggunakan JASSM untuk memberikan kemampuan terakhir pada jet tempurnya.
Jepang juga berencana mengoperasikan ke 147 jet MF-35 yang dapat dipasangi JASS di masa depan. Rencana ini membawa Jepang untuk menjadi operator pesawat tempur siluman generasi kelima non-AS terbesar.
AGM-158B JASSM-ER dapat mengirimkan hulu ledak seberat 1.000 pon hingga jarak 975 mil, sedangkan AGM-158B-2 yang memiliki jangkauan lebih jauh memiliki hulu ledak seberat 2.000 pon dengan jangkauan 1.200 mil.
Media Jepang melaporkan negara tersebut sedang mempertimbangkan untuk memasang rudal pada pesawat angkut Kawasaki C-2, dengan JASSM dan sistem Rapid Dragon milik Angkatan Udara AS disebut-sebut sebagai opsi yang memungkinkan.
Dalam beberapa tahun terakhir Jepang berupaya memperoleh kemampuan serangan darat jarak jauh seiring dengan upaya mereka untuk menyerang potensi ancaman serta melawan rudal balistik Korea Utara atau upaya musuh untuk merebut pulau-pulaunya di selatan.
Selama berpuluh-puluh tahun Jepang selalu menghindari memiliki kemampuan tersebut, karena menganggapnya terlalu agresif dan melanggar konstitusi pasifis pasca Perang Dunia II. Konstitusi itu membatasi pasukan bela diri Jepang hanya memiliki kemampuan yang diperlukan untuk mempertahankan daratan Jepang.