Sebab, rumah sakit perlu ruang untuk merawat korban luka akibat perang. Kini, Tia, Lynn, dan Yasser tinggal di ruang kelas sekolah yang diubah menjadi tempat penampungan pengungsi di Deir al-Balah bersama 50 anggota keluarga besar mereka.
"Berat Mohammad hanya satu kilogram, dia tidak bisa bertahan," kata Iman mengenai anak yang ia tinggalkan di rumah sakit kamp pengungsian Nuseirat.
Berbaring di matras busa di ruang kelas yang diubah menjadi tempat penampungan bagi keluarga besarnya, Iman mengenang perjalannya yang berbahaya. "Ketika saya meninggalkan rumah, saya hanya membawa beberapa pakaian musim panas anak-anak, saya pikir perang hanya berlangsung satu atau dua pekan dan setelah itu kami bisa pulang," katanya.
Lebih dari 11 pekan kemudian, harapannya untuk kembali pupus. PBB memperkirakan 1,9 juta dari 2,3 juta populasi Gaza terpaksa mengungsi selama perang.
Konflik pecah setelah Hamas menggelar serangan mendadak ke Israel. Israel membalasnya dengan serangan tanpa pandang bulu ke Gaza yang diikuti invasi pada 27 Oktober lalu. Kementerian Kesehatan Palestina mengatakan serangan Israel sudah menewaskan sekitar 21.110 orang Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak.
Seperti ibu-ibu lainnya, Iman berharap dapat mengikuti tradisi dan merayakan kelahiran anaknya dengan membasuh mereka dengan air mawar. Tapi, katanya, selama 10 hari mereka bahkan tidak bisa memandikan mereka.
Karena sulitnya mendapatkan air bersih...