Senin 16 Oct 2017 03:00 WIB

PBB Akhiri Misi Perdamaian 13 Tahun di Haiti

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Bayu Hermawan
Pasukan penjaga perdamaian PBB.
Foto: Ured.org
Pasukan penjaga perdamaian PBB.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOTA - PBB mengakhiri misi pemeliharaan perdamaian di Haiti pada Ahad (15/10) dan akan segera memulai misi baru untuk membawa reformasi yang sangat dibutuhkan oleh sistem peradilan negara tersebut. Sandra Honore, diplomat Trinidad yang memimpin misi PBB di Haiti, mengatakan negara termiskin di belahan barat itu kini sangat berbeda dari 13 tahun yang lalu.

"Orang-orang menikmati keamanan dan stabilitas yang cukup baik; kekerasan politik telah berkurang; kelompok bersenjata tidak lagi menyandera penduduk, yang juga berkat kerja polisi nasional yang telah tumbuh secara signifikan dalam jumlah dan kapasitasnya," kata Honore, dalam laporan terakhirnya kepada Dewan Keamanan PBB.

Namun menurutnya, beberapa kelompok nirlaba juga meminta adanya perhatian mengenai sejumlah masalah di Haiti, seperti kesehatan, akses terhadap keadilan, dan kepercayaan warga sipil terhadap pemerintah. Mereka juga menggarisbawahi aksi kekerasan seksual yang sering diabaikan, terutama terhadap perempuan dan anak-anak.

Belum ada studi ekstensif mengenai kasus kekerasan seksual di Haiti. Namun sebuah studi di ibu kota, Port-au-Prince, menunjukkan adanya kekerasan yang terkonsentrasi pada wanita muda.

Koordinator lembaga amal medis Doctors Without Borders di Haiti, Carl Frdric Casimir, mengatakan salah satu tantangan utama yang dihadapi Haiti adalah meningkatkan kualitas dan kuantitas profesional kesehatan di pusat-pusat medis.

"Kita harus memperbaiki sistem kesehatan yang lemah, ini adalah sesuatu yang sangat sulit di tengah semua bencana alam yang dialami dalam beberapa tahun terakhir," ujar Casimir.

Gempa di Haiti pada 2010 telah menewaskan lebih dari 316 ribu orang dan menyebabkan jutaan lainnya cedera. Sementara wabah kolera telah menewaskan 10 ribu jiwa dan badai Matius pada 2016 telah menewaskan ratusan orang, juga mengungsikan lebih dari 30 ribu orang.

"Kita harus menjalin kerja sama yang erat antara masyarakat internasional dan pemerintah untuk menciptakan sistem kesehatan yang bisa disesuaikan dengan konteks negara," katanya, kepada Anadolu.

Menurut Casimir, memahami Haiti dalam konteks yang tepat akan relevan untuk tidak hanya mendapatkan sistem perawatan kesehatan yang lebih baik, tetapi juga untuk menciptakan akses keadilan yang lebih baik dan demokrasi yang lebih stabil.

Misi baru PBB akan dimulai pada 16 Oktober untuk membantu pemerintah meningkatkan kualitas institusi, kapasitas Polisi Nasional, dan memantau perkembangan hak asasi manusia. Presiden Haiti Jovenel Moise telah menekankan perlunya mengembangkan negara melalui sebuah program yang dia sebut "Caravan for Change" yang akan memperluas wilayah tindakan pemerintah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement