Rabu 29 Aug 2018 17:33 WIB

Guterres Ceritakan Muslim Rohingya yang Ditangkap di Masjid

Sekjen PBB menyebut peristiwa di Rakhine sebagai salah satu krisis HAM terburuk.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Teguh Firmansyah
Sekjen PBB Antonio Guterres.
Foto: EPA
Sekjen PBB Antonio Guterres.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres meminta negara anggota Dewan Keamanan (DK) bersama-sama mendesak Myanmar agar bersedia bekerja sama untuk memecahkan masalah kemanusiaan di Rakhine. Guterres menyebut, peristiwa di Rakhine sebagai salah satu krisis HAM terburuk di dunia.

"Saya meminta anggota DK untuk bergabung dan mendesak otoritas Myanmar bekerja sama dengan PBB dan menjamin akses bagi tim dan rekan dengan segera, tanpa hambatan dan efektif," kata Antonio Guterres seperti dikutip laman Anadolu Agency, Rabu (29/8).

Pernyataan Guterres dilontarkan tak lama berselang setelah laporan PBB terkait tuduhan genosida yang dilakukan petinggi militer Myanmar terhadap minoritas Muslim Myanmar. Tim menyebut Min Aung Hlaing bersama lima jenderal lainnya sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kekerasan terhadap Rohingya.

Baca juga, Militer Myanmar Sebut tak Ada Rohingya yang Terbunuh.

Guterres mengatakan, Pemerintah Myanmar menolak untuk bekerja sama dengan lembaga HAM PBB setelah diminta berkali-kali oleh DK untuk melakukan hal tersebut. Guterres secara langsung melihat kondisi mengenaskan pengungsi Rohingya di Cox Bazar, Bangladesh.

Dia mengatakan, salah satu pengungsi mengaku telah menyaksikan bagaimana anaknya ditembak mati di depannya, ibunya dibunuh dengan brutal dan rumah mereka dibumihanguskan. Guterres melanjutkan, mereka kemudian berlindung di sebuah masjid hingga akhirnya tertangkap dan disiksa tentara yang membakar Alquran.

"Sekitar 130 ribu warga Rohingya tetap ditahan di kamp-kamp dengan batasan besar akan kebebasan mereka. Rohingya memiliki akses yang sangat terbatas terhadap kesehatan, pendidikan, layanan penting lainnya dan untuk mencari nafkah," ungkap Guterres.

Sebelumnya, panel PBB meminta panglima tertinggi Myanmar Min Aung Hlaing untuk mengundurkan diri. Permohonan dibuat menyusul temuan tim akan dugaan genosida dan kejahatan serius terhadap Muslim Rohingya.

PBB menyatakan, militer Myanmar telah melakukan pembunuhan massal dan pemerkosaan terhadap Muslim Rohingya dengan niat genosida. Tim menyebut Min Aung Hlaing bersama lima jenderal lainnya sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kekerasan yang dialami etnis minoritas itu.

Laporan juga menyebutkan, pemerintah sipil yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi telah mengizinkan pidato kebencian untuk berkembang, menghancurkan dokumen dan gagal melindungi minoritas dari kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang oleh tentara di Rakhine, Kachin dan negara-negara Shan.

photo
Warga Rohingya berdoa dalam peringatan satu tahun kekerasan tentara Myanmar.

Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengatakan, investigasi yang mereka lakukan akan kekerasan terhadap minoritas Rohingya serupa dengan hasil penyelidikan PBB. Duta Besar AS di PBB Nikki Haley mengatakan, dunia tidak lagi bisa menghindar dari kenyataan pedih tentang apa yang telah terjadi.

Penyelidikan AS dilakukan oleh Departemen Luar Negeri. Namun, mereka masih belum menyimpulkan pembantaian yang dilakukan militer terhadap Rohingya merupakan memuat niatan genosida seperti yang dilaporkan tim investigasi PBB.

Juru Bicara pemerintah AS Heather Nauert mengatakan, 'niatan genosida' merupakan 'kasus hukum yang istimewa'. Dia mengatakan, penetapan genosida tidak bisa semudah itu dilakukan.

Pemerintah Myanmar menolak laporan PBB terkait adanya genosida terhadap minoritas muslim Rohingya. Juru Bicara Pemerintah Myanmar Zaw Htay menuding komunitas internasional tengah membuat tuduhan palsu berkenaan dengan laporan serta dakwaan genosida yang dilakukan oleh pemimpin militer negara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement