Selasa 29 May 2018 10:54 WIB

Macron: Tanpa Prancis, Lebanon Mungkin Sedang dalam Perang

Macron tampak jengkel saat ditanya kebijakan luar negerinya tidak mencapai hasil

Presiden Prancis Emmanuel Macron.
Foto: AP Photo/Thibault Camus
Presiden Prancis Emmanuel Macron.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Presiden Prancis Emmanuel Macron telah mengklaim usahanya dalam memecahkan krisis politik di Lebanon tahun lalu. Ia menyatakan secara terbuka bahwa Arab Saudi telah menahan Perdana Menteri Saad al-Hariri selama beberapa pekan.

Lebanon terjerumus ke dalam krisis pada November ketika Hariri mengundurkan diri sebagai perdana menteri. Sementara di Arab Saudi, mengatakan dia takut akan pembunuhan dirinya dan mengkritik saingan regional Saudi, Iran dan sekutu Lebanon-nya, Hizbullah.

Pejabat Lebanon menuduh Saudi menjadikan Hariri sandera pada saat itu. Setelah intervensi internasional, termasuk oleh Macron, Hariri dapat meninggalkan negara kerajaan tersebut dan akhirnya membatalkan pengunduran dirinya.

"Jika Prancis tidak didengarkan maka mungkin akan ada perang di Lebanon saat ini saat kita bicara. Ini adalah diplomasi Prancis, itu tindakan kita," kata Macron dalam wawancara dengan penyiar BFM TV, tampak jengkel setelah ditanya apakah kebijakan luar negeri selama setahun terakhir tidak mencapai hasil apa pun.

Macron mengatakan persinggahan tak terjadwal di Riyadh untuk meyakinkan Putra Mahkota Saudi Mohammad bin Salman, diikuti oleh undangan ke Hariri untuk datang ke Prancis, telah menjadi perantara untuk mengakhiri krisis. "Saya mengingatkan Anda bahwa seorang perdana menteri ditahan di Arab Saudi selama beberapa minggu," katanya, sebuah komentar yang dapat mengganggu Riyadh yang, seperti Hariri, membantah bahwa ia pernah ditahan atas kehendaknya.

Macron makan malam bersama Hariri dan Putra Mahkota Mohammed di Paris pada April setelah konferensi untuk menggalang dukungan internasional demi program investasi peningkatan ekonomi Lebanon. Hariri, yang mengunjungi Riyadh pada Februari untuk pertama kalinya sejak krisis November, berupaya untuk membentuk koalisi baru setelah pemilihan parlemen 6 Mei, yang memperkuat saingannya Hizbullah dan sekutu politiknya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement