Jumat 04 Jul 2014 15:20 WIB

Bentrokan Sudah Pulih, Polisi Amankan 5 Muslim di Myanmar

Para pengungsi muslim Rohingya di Myanmar
Foto: Reuter/Soe Zeya Tun
Para pengungsi muslim Rohingya di Myanmar

REPUBLIKA.CO.ID, MANDALAY-- Polisi di Mandalay, kota terbesar kedua Myanmar mengatakan mereka menahan lima orang lagi setelah aksi kekerasan sektarian di mana seorang warga Buddha dan seorang Muslim tewas, tetapi jam malam dan kehadiran banyak petugas keamanan telah memulihkan ketenangan Jumat.

Penjagaan ketat itu dilakukan setelah dua malam aksi kekerasan yang dimulai Selasa ketika sekitar 300 warga Buddha berkumpul di satu kedai kopi milik seorang warga Muslim yang dituduh memperkosa seorang wanita Buddha.

Pemerintah Presiden Thein Sein, yang berkuasa sejak tahun 2011 setelah 49 tahun kekuasaan militer, berusaha mengatasi aksi kekerasan anti-Muslim yang menewaskan setidaknya 240 orang sejak Juni 2012. Sebagian besar korban adalah anggota minoritas Muslim Myanmar, yang diperkirakan merupakan seKitar lima persen dari penduduk negara itu.

Seorang imam di masjid terbesar Mandalay mengemukakan kepada Reuters bahwa lima orang ditahan Jumat adalah para warga Muslim, yang ditangkap setelah polisi menggeledah rumah-rumah terdekat dan menemukan pisau-pisau upacara.

"Polisi tahu ini digunakan bagi tujuan-tujuan upacara," kata Ossaman, imam masjid itu."Mereka sama sekali tidak melanggar hukum."

Seorang perwira polisi mengonfirmasikan penhanan itu tetapi menolak memberikan penjelasan lebih jauh dan meminta namanya tidak disebutkan karena ia tidak memiliki wewenang berbicara kepada media. Dua orang itu tewas dalam insiden-insiden terpisah. Keluarga dan kawan-kawan mereka mengatakan mereka yang ditahan bukan bagian dalam kerusuhan itu.

Polisi mengatakan 14 orang cedera dalam kerusuhan itu dan empat orang ditahan Rabu. Aksi kekerasan anti-Muslim bukan hal yang baru di Myanmar.Bekas junta memberlakukan satu jam malam di Mandalay setelah kerusuhan di kota itu tahun 1997 setelah laporan-laporan bahwa seorang pria Muslim memperkosa seorang gadis Buddha.

Tetapi aksi kekerasan meletus dan menjadi biasa semasa pemerintah reformis, yang mencabut larangan kebebasan berbicara termasuk akses ke Internet, yang sebelumnya diawasi ketat oleh militer.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement