Sabtu 27 Dec 2014 16:16 WIB

Sekjen PBB: Hukuman Mati tidak Adil

Rep: C14/ Red: Winda Destiana Putri
Sekjen PBB Ban Ki Moon
Foto: AP
Sekjen PBB Ban Ki Moon

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemberlakuan vonis hukuman mati bagi terpidana bandar narkoba menuai polemik di Indonesia.

Ada yang menyatakan dukungan tegas. Tidak sedikit pula yang menyatakan ketidaksetujuan. Bahkan, beberapa dari mereka membawa argumentasi keagamaan tertentu untuk menolak hukuman mati.

Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) telah mendeklarasikan tanggal 10 Oktober sebagai Hari Tolak Hukuman Mati Sedunia.

Pada 10 Oktober tahun ini, Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon, sempat menyatakan tegas, hukuman mati merupakan vonis yang tidak adil. Karenanya, lanjut Ban, PBB menyerukan kepada seluruh negara-negara anggotanya untuk menghentikan praktik hukuman mati, termasuk bagi terpidana kasus narkoba.

"Hukuman mati membebankan manusia. Kita harus terus mengupayakan bahwa hukuman mati tidak adil dan tidak sesuai dengan hak asasi manusia," kata Ban Ki-moon di Geneva, Swiss, seperti dikutip dari siaran pers yang diunggah situs resmi PBB, Jumat kemarin.

Pernyataan Ban Ki-moon itu juga menanggapi sebuah konferensi yang ditaja oleh Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia (OHCHR). Konferensi pada Oktober 2014 itu mengambil tema, 'Menolak hukuman mati: argumen, tren, dan pelbagai sudut pandang tentangnya.' Itu juga untuk merayakan tahun pertama Hari Tolak Hukuman Mati Sedunia, yang pertama kali dicetuskan pada 2013 lalu.

Hingga kini tercatat beberapa negara yang mendukung moratorium penghapusan hukuman mati. Misalnya, Guinea Khatulistiwa, Pakistan, serta Negara Bagian Washington, Maryland, dan Connecticut (Amerika Serikat). Sedangkan pada April lalu, El Salvador, Gabon, dan Polandia setuju menghapus hukuman mati. Selengkapnya, sudah ada 160 negara anggota PBB yang menyatakan penolakan ataupun menghapuskan sama sekali hukuman mati.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement