Ahad 04 Jan 2015 17:20 WIB

Palestina Dapat Dukungan Gabung Pengadilan Kejahatan Internasional

Rep: Gita Amanda/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Keluarga Ehsan al-Agha menangis saat kehilangan salah satu anggotanya akibat serangan Israel di Khan Younis, Gaza selatan.
Foto: AP Photo/Lefteris Pitarakis/ca
Keluarga Ehsan al-Agha menangis saat kehilangan salah satu anggotanya akibat serangan Israel di Khan Younis, Gaza selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA-- Hingga kini Palestina memang tak izin lampu merah dari Dewan Keamanan PBB terkait rencana Palestina untuk bergabung dengan Pengadilan Kejahatan Internasional (ICC). Namun Palestina mendapat dukungan sejumlah negara dan organisasi hak asasi manusia.

Palestina juga mengatakan tengah berupaya mencari dukungan lain di Majelis Umum dan tempat-tempat lain di PBB. "Kami tengah mempelajari semua pilihan dan kami akan memetakan arah agar sesuai," kata Wakil Palestina Riyad Mansour seperti dikutip Maan News.

Sementara itu Cina, Prancis dan Rusia termasuk di antara delapan negara yang mendukung resolusi untuk mengakhiri pendudukan Israel. Tapi Palestina masih kurang sembilan suara untuk mengadopsi resolusi.

Amerika Serikat dan Australia memberikan suara menentang dan lima lainnya menyatakan abstain, diantaranya Nigeria. Palestina tengah mempertimbangkan tindakan lebih lanjut di Dewan Keamanan PBB yang yakin mereka memiliki sikap pro-Palestina.

Langkah Palestina meminta akses ke Statua Roma juga disambut baik beberapa organisasi hak asasi manusia. Presiden Federasi Internasional untuk HAM (FIDH) Karim Lahidji, mengatakan dengan mengajukan diri ke ICC dan bebagai perjnjian internasional lain Palestina menunjukkan komitmen tegas untuk menjadi negara yang menghormati hukum dan HAM.

"FIDH mendukung keputusan yang berani ini untuk mengakhiri dekade impunitas dan memulihkan aturan hukum, pra-syarat untuk membangun kembali perdamaian di kawasan itu," ujar Lahidji.

Dalam siaran pers yang dikeluarkan pada hari Jumat, FIDH menyatakan bahwa mereka mendukung investigasi ICC di Palestina khususnya di Gaza pada 2008-2009 dan musim panas 2014. Menurut FIDH selama ini kurang keadilan di tingkat nasional karena keengganan Israel dan ketidakmampuan Palestina untuk benar-benar menyelidiki dan mengadili yang paling bertanggung jawab atas kejahatan perang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement