Senin 08 Aug 2016 01:37 WIB

Pertarungan Berat CIA Melawan Rusia di Suriah

Militan Suriah di medan perang.
Foto:
Presiden Rusia Vladimir Putin telah memerintahkan pengiriman rudal S-400 ke pangkalan udara di Hemeimeem, Suriah.

Kemenangan Rusia di Suriah membuat Moskow meningkatkan posisi daya tawar baru di konflik Timur Tengah.  Pemerintahan Presiden AS Barack Obama bahkan bersedia melakukan pembicaraan dengan pemerintahan Vladimir Putin tentang rencana koordinasi intelijen melawan ISIS dan kelompok radikal lan.

Kendati demikian, Obama meragukan kerja sama dengan Rusia akan berhasil. "Saya tak yakin, kita bisa memercayai Rusia atau Vladimir Putin," ujar Obama dalam keterangan pers Kamis lalu. "Kapanpun Anda mencoba mencapai kesepakatan dengan individu atau negara seperti itu, Anda harus berada posisi skeptimisme," ujarnya.    

Pada saat yang sama, sejumlah pengamat militer lain menilai Putin telah membebani Rusia dengan ketidakmampuan pasukan Suriah untuk mengalahkan pemberontak. Mereka terjebak dalam konflik tak berkesudahan Suriah.

Rusia telah menggelar kampanye serangan udara di Suriah sejak September lalu. Serangan dilakukan setelah oposisi yang dibantu CIA memenangkan pertempuran di Idlib, Hama dan Provinsi Latakia di utara Suriah.

Salah satu ganjalan yang dihadapi Washington yakni para oposisi kerap bergerak bersama dengan kelompok Fron Nusra yang berafiliasi dengan Alqaidah.

Juru bicara CIA menolak berkomentar tentang bantuan AS ke pemberontak Suriah. Namun Letnan Kolonel Fares al-Bayyous, mantan teknisi penerbangan yang memimpin kelompok Fursan al-Haq mengatakan dalam wawancara Mei 2015, kelompoknya akan menerima kembali senjata antitank setelah misil digunakan. "Kami meminta amunisi dan misil, dan kita mendapat lebih dari yang kita minta," ujarnya.

sumber : New York Times
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement