Ahad 18 Sep 2016 05:10 WIB

Eksklusif: Mufti Damaskus Serukan Setop Fatwa Jihad Suriah

Syekh Muhammad Adnan Al-Afyouni
Foto:

Bagaimana Anda melihat konflik ini bisa muncul di negara Anda?  

Sejak Arab Spring mencuat di Tunisia, hingga mundurnya Zainal Abidin, lalu selang beberapa bulan, fenomena tersebut merembet ke Mesir sampai Husni Mubarok lengser. Sebagian pihak mengira, terutama mereka yang haus dan ambisi kekuasaan, mampu mengobarkan api yang sama di Suriah.

Tetapi lihatlah Libya. Mereka berpikir, setelah membiarkan pasukan koalisi menyerang Libya lalu menumbangkan Moamar Qadafi, mampu menguasai keadaan. Tapi faktanya? Di Suriah, alasan apa yang mendorong revolusi? Agama? 

Kebebasan beragama di negara kami mutlak dan dijamin. Lalu, kemiskinan? Tidak juga. Di negara kami tak ada kemiskinan.

Atau revolusi atas alasan keresahan jiwa misalnya? Tidak juga, negara kami adalaha tempat paling stabil dan nyaman di dunia.

Sejak pertama hingga akhir. Jadi, mereka yang menginginkan perubahan, sejatinya berambisi menduduki kekuasaan. Mereka ingin berkaca ke Tunisia, Libya, dan Mesir. Tetapi Suriah kasus dan konteksnya berbeda. Negara dan militernya kuat. Terjadilah konflik ini. 

 

Konflik di negara Anda, semakin rumit dan kompleks? 

 Kesimpulannya, saya yakin, ketika Arab Spring meletus dan sukses di Tunisia, Mesir, dan Libya, lalu beranjak ke Yaman, atau pengalaman Irak dulu, maka saatnya Amerika Serikat tampil dengan gagasannya Timur Tengah yang Baru. Siapa yang masih tersisa? Suriah.

Jadi mereka turun tangan, AS, Eropa, dengan dukungan intelijen-intelijen dari berbagai negara membeberkan analisa-analisa potensi dan kemungkinan.

Mulailah mereka menempuh langkah demi langkah. Tetapi Suriah tidak sama dengan Tunisia, bukan pula Mesir atau Libya. Meletuslah konflik hingga menjadi lebih rumit dan kompleks.  Jubhat an-Nusra masuk, begitu juga Alqaeda, dan ISIS. 

 

Sejauhmana upaya-upaya rekonsiliasi yang telah diupayakan berbagai pihak? 

Di depan kita hanya ada dua pilihan. Negara binasa atau rekonsilisasi perdamaian. Fakta di lapangan, banyak yang memilih rekonsiliasi.

Di sejumlah wilayah rekonsiliasi tercapai. Mengapa saya pribadi memandang solusi satu-satunya adalah rekonsiliasi, karena selama enam tahun konflik Suriah, tak mengubah apapun. Harta dan nyawa melayang. Solusi militer tak menyelesaikan masalah.

Logikanya begini, jika kepala saya berdarah, saya tak boleh memaksakan satu cara pengobatan saja, harus bergegas mencari cara lain. Baiklah, apa lagi yang dicari. Jika perang tak mendatangkan hasil apapun, apa kita akan tetap begini terus?

Sementara kerugian jiwa dan materi terus bertambah. Ekonomi terpuruk seolah-olah mereka menghancurkan rumah dengan tangan mereka sendiri. Tak ada pilihan lagi, untuk mencari ridha Allah SWT, marilah lakukan rekonsiliasi damai. Dengan rekonsilisasi itu kita bersama-sama membenahi segala hal. 

Sejak kapan rekonsiliasi itu dilakukan secara intensif? 

Inisiatif rekonsilisasi itu telah berjalan dua tahun terakhir. Saya terlibat aktif di dalamnya. Kita intensifikan dialog dan komunikasi dengan unsur-unsur pemberontak dan opisisi.

Kita saling mengajukan opsi-opsi kesepakatan dan mendengarkan aspirasi masing-masing. Memang kita harus akui, upaya ini tak mulus. Ada yang menerima ada pula yang menolak. Mereka yang menolak tetap memilih jalan konflik.   

 

Tetapi rekonsiliasi itu nyaris mustahil. Bukankah opisisi menuntut Assad harus mundur dan diadili? 

Coba berpikirlah jernih. Apakah selama enam tahun konflik ini, tuntutan mereka tercapai? Tidak. Saya tanya sekarang dan jawab dengan logis.

Orang cerdas pastinya akan belajar dari sejarah. Perang saudara di Aljazair yang berlangsung 10 tahun, pembunuhan dimana-mana selama masa itu, apa yang mereka lakukan setelah itu?

Mereka duduk bersama dan bermufakat damai. Perang saudara di Lebanon 17 tahun, apa endingnya? Mereka sepakat berdamai.

Tak ada perang yang berkelanjutan ratusan tahun, jadi silakan pilih mana? Segera bangkit dan mengakhiri konflik ini atau tetap berperang? Negara-negara besar kini berkepentingan terhadap Suriah.

Mereka punya agenda-agenda khusus. Jadi, jika kita tidak segera bergandeng tangan, kita akan meluluhlantahkan rumah kita ini dengan tangang-tangan kita sendiri.

Ekonomi terpuruk, mata uang kita anjlok, dolar meroket. Sebelum konflik 1 dolar AS setara dengan 50 pound Suriah. Sekarang 1 dolar AS senilai 500 pound Suriah. sepuluh kali lipat anjloknya.

Kemiskinan di Suriah pun tak terhindarkan. Harga-harga kebutuhan pokok pun melejit, sementara nilai mata uangnya anjlok. 

Lalu siapa yang bertanggungjawab? Ini yang harus kita camkan. Kita akan diminta pertanggungjawaban Allah SWT. Tak ada jalan lain mari segera berdamai.

Jika memang damai adalah jalan itu, biarlah kotak suara yang menentukan. Ingatlah enam tahun konflik ini berlalu dan kita harus membayar mahal. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement