Rabu 26 Jul 2017 08:02 WIB

Ini Skenario Penghancuran Masjid Al-Aqsha

Masjid Al Aqsha
Foto:
Masjid Al Aqsha

Masih di bawah cengkeraman Romawi, pada tahun 136-140, Kaisar Hadrian memba ngun Kuil Yupiter di atas reruntuhan Haykal Sulaiman, setelah mengganti nama Yerusalem menjadi Aelia Ca pitolina, dan melarang orang Yahudi maupun Nasrani memasukinya.

Untuk mengenang kehancuran kedua kuil tersebut, orang Yahudi berpuasa setiap tahun, yang dikenal dengan puasa Tisha Bav.  Puasa ini mulai diperkenal kan pada abad kedua Masehi oleh para rabi Yahudi. Pada tahun 363, kaisar Romawi lain nya, Julian, dalam perjalanannya ke Persia, tiba di reruntuhan Kuil Kedua.

Dia memberi izin kepada orang Yahudi untuk membangun kembali kuil itu. Tapi, tahun itu pula, gempa bumi terjadi, dan kuil itu tak pernah dibangun lagi. Alhasil, orang-orang Yahudi beribadah di sisa tembok barat Kuil Kedua, yang kini dikenal sebagai Tembok Ratapan.

Tembok yang tersisa ini, tinggal 60 meter panjangnya. Meski demikian, menjelang kampanye pemilu, calon presiden Amerika selalu mengunjungi tempat ini.

Sekitar tahun 620, Nabi Muhammad SAW melakukan Isra dan Miraj ke Baitul Maqdis. Peristiwa ini di abadikan dalam Alquran surah al-Isra (Bani Israil). Ayat pertama surah tersebut menyebut Kuil Sulaiman sebagai Masjid al-Aqsha.

Masjid secara harfiah berarti tempat sujud. Dan, Masjidil Aqsa tersebut kemudian menjadi kiblat pertama umat Islam selama 18 bulan, sebelum dipindahkan ke Masjidil Haram di Makkah.

Sekitar tahun 636, Khalifah Umar bin Khattab merebut Ye rusalem dari tangan Romawi-Byzan tium. Selanjutnya, khalifah dari Dinasti Umayyah yang bermarkas di Damaskus, yaitu Malik Ibnu Marwan dan Al Walid I, membangun masjid di atas kompleks Kuil Sulaiman, yaitu Masjid al-Aqsha di bagian selatan dan Masjid Kubah Batu atau Qubbat asSakhrah (Dome of Rock), di bagian utara.

Pembangunan diperkirakan sekitar tahun 687 hingga 705. Tanah suci berada di bawah kontrol umat Islam sejak era Khilafah Rasyidun, Umayyah, Abbasiyah, hingga Fathimi yah, sebelum kemudian jatuh ke tangan tentara Salib.

Ketika Tanah Suci dikuasai tentara Salib, kedua masjid tersebut berubah fungsi. Masjid al-Aqsha pernah dijadikan istana Kerajaan Salib Yerusalem, sedangkan Masjid Kubah batu diubah fungsinya menjadi gereja.

Setelah Salahuddin al-Ayyubi merebut kembali Darussalam, Baitul Maqdis dikembalikan ke fungsinya semula. Itu berlanjut ke dinasti-dinasti berikutnya, hingga Ustmani. Setelah lepas dari kontrol Khilafah Ustmani, nasib Tanah Suci menjadi tidak menentu.

Orang-orang Yahudi yang tertindas di berbagai negara, bahkan mengalami nasib buruk Ho locaust, justru mempraktikkan penindasan serupa atas penduduk Palestina Muslim maupun Kristen.

Satu alasan pengusiran itu: karena mereka bukan Yahudi, sebab mereka adalah goyim. Dan kini, nasib Kompleks Masjid al-Aqsa pun berada di ujung tanduk. Di kompleks ini, ada dua bukit dalam cerita biblikal. Yaitu Bukit Zion dan Bukit Moria.

Sejumlah sumber menyebutkan bahwa kedua nama tersebut merujuk bukit yang sama. Yang jelas, di atas bukit inilah dulu berdiri Haykal Sulaiman (Temple of Mount). Di mana persisnya bukit tersebut, ada yang menyebut tepat di bawah Masjid al-Aqsha, ada yang menyebut persis di bawah Masjid Kubah Batu, ada pula yang menyebut di antara Masjid al-Aqsha dan Masjid Kubah Batu.

Yang pasti, bukit itu berada di dalam kompleks al-Haram al-Sharif. Saat ini, penggalian paling intensif justru dilakukan di sekitar Masjid al-Aqsha. Ataukah ini baru permulaan, dan hari-ha ri berikutnya kita akan menyak sikan drama dan tragedi? Wallahu alam.

*) Wartawan senior Republika.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement