Selasa 10 Sep 2019 08:44 WIB

Buntut Sanksi AS, Iran Siap Perkaya Uranium

Iran melakukan modifikasi mesin sentrifugal yang dilarang dalam perjanjian.

Proyek reaktor nuklir Arak di Iran.
Foto: Reuters/ISNA/Hamid Forootan/Files
Proyek reaktor nuklir Arak di Iran.

REPUBLIKA.CO.ID, WINA -- Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mengatakan, Iran mulai menginstalasi mesin sentrifugal termutakhir untuk melanjutkan aktivitas pengayaan uraniumnya. Hal itu sebenarnya dilarang dalam kesepakatan nuklir 2015 atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).

Seorang juru bicara IAEA mengungkapkan, Iran telah menginformasikan, mereka membuat modifikasi pada mesinnya kali ini. “Semua sentrifugal yang dipasang telah disiapkan untuk pengujian dengan UF6, meskipun tidak satu pun dari mereka yang diuji dengan UF6 pada 7 dan 8 September,” kata dia, merujuk pada bahan baku uranium heksaflorida untuk sentrifugal, Senin (9/9).

Ia menambahkan, Iran telah menyampaikan kepada IAEA bahwa mereka akan memodifikasi jalur sentrifugal penelitian sehingga uranium yang diperkaya bisa diproduksi. Hal itu sebenarnya tak diizinkan di bawah JCPOA.

JCPOA juga hanya memungkinkan Iran memproduksi uranium yang diperkaya dengan lebih dari 5.000 mesin sentrifugal IR-1 generasi pertama. Artinya pemasangan mesin sentrifugal terbaru telah melanggar ketentuan kesepakatan tersebut.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah mengetahui tentang laporan tersebut. “Saya tahu masalah ini sedang ditangani IAEA. Saya tidak bermaksud membahas hal ini hari ini. Tapi, ini tentu saja merupakan masalah penting. Saya memberi tahu Anda, ini masalah yang paling penting sejauh menyangkut masa depan kita, dan saya tidak akan mengalah sejenak pun,” ujarnya.

Dalam pidatonya tahun lalu, Netanyahu menentang keras JCPOA. Dia meminta IAEA segera mengunjungi situs-situs nuklir Iran. Dia menuding Teheran telah menampung 15 kilogram bahan radioaktif yang tak ditentukan dan sejak saat itu telah dihapus dari catatan.

Pada April 2018, tim peneliti IAEA dilaporkan sempat mengunjungi dan memeriksa situs nuklir Iran. Mereka mengambil sampel untuk dianalisis. Sejak saat itu, media Israel dan Amerika Serikat (AS) melaporkan, pada sampel tersebut ditemukan jejak bahan atau materi radioaktif.

Namun, para diplomat mengatakan, jejak-jejak itu adalah uranium. Menurut seorang diplomat, uranium itu belum diperkaya. Artinya tidak dimurnikan ke tingkat yang mendekati kebutuhan untuk memproduksi senjata nuklir.

Direktur Badan Energi Nuklir Iran Ali Akbar Salehi mengatakan, pihak-pihak Eropa dalam JCPOA telah gagal memenuhi komitmennya. Menurutnya, tak salah jika negaranya kembali menangguhkan komitmen dalam perjanjian tersebut.

“Sayangnya, pihak-pihak Eropa telah gagal memenuhi komitmen mereka. Kesepakatan itu bukan jalan satu arah dan Iran akan bertindak sesuai dengan yang telah kami lakukan sejauh ini dengan secara bertahap menurunkan komitmen kami,” kata Salehi pada Ahad (8/9), dikutip laman Middle East Monitor.

Dia mengklaim, selama ini Iran selalu mematuhi ketentuan JCPOA. “Iran akan terus mengurangi komitmen nuklirnya selama pihak lain gagal melaksanakan komitmen mereka,” ujarnya.

photo
Presiden Rusia Vladimir Putin (kanan) membawa sebuah buket bunga mawar untuk Ibu Negara Prancis Brigitte Macron di Benteng Fort de Bregancon di Bormes-les-Mimosas, selatan Prancis, Senin (19/8). Tampak Presiden Prancis Emmanuel Macron menghadap belakang.

Pada Ahad lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Prancis Emmanuel Macron menyerukan semua pihak terkait mempertahankan JCPOA. “Vladimir Putin dan Emmanuel Macron berbicara untuk konsolidasi upaya semua pihak yang terkait untuk menyelamatkan JCPOA dan mengamatinya secara penuh. Mereka juga bertukar informasi tentang langkah Rusia dan Prancis di jalur itu,” kata Kremlin.

JCPOA terancam bubar setelah Amerika Serikat (AS) hengkang dari perjanjian tersebut pada Mei 2018. Washington kemudian menerapkan kembali sanksi ekonomi terhadap Iran.

Teheran lantas mendesak Eropa melindungi aktivitas perdagangannya dari sanksi AS. Namun, perkembangannya tak secepat yang diharapkan Iran. Ia pun memutuskan untuk mulai menangguhkan satu per satu komitmennya dalam JCPOA.

Pada Juli lalu, Iran mengumumkan telah melakukan pengayaan uranium melampaui ketentuan yang ditetapkan perjanjian, yakni sebesar 3,67 persen. Teheran mengklaim saat ini pengayaan uraniumnya telah mencapai lebih dari 4,5 persen.

Iran mengatakan, level pengayaan itu memang masih sangat jauh dari yang dibutuhkan untuk memproduksi senjata nuklir yaitu 90 persen. Namun, Iran siap melanjutkan aktivitas pengayaan uraniumnya jika perekonomiannya terus diintai sanksi.

Pada Rabu pekan lalu Presiden AS Donald Trump membuka kemungkinan untuk bertemu dengan Presiden Iran Hassan Rouhani saat menghadiri sidang Majelis Umum PBB ke-74 pada September ini di New York. “Apa pun mungkin. Mereka ingin dapat menyelesaikan masalah mereka,” kata Trump.

Namun, Iran menampik tawaran ini. Teheran menegaskan, pembicaraan hanya dapat berlangsung ketika Washington mencabut sanksi ekonominya terlebih dahulu. n kamran dikarma/reuters ed: yeyen rostiyani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement