Jumat 22 Nov 2019 06:00 WIB

Malaysia Tentang Keputusan AS Soal Permukiman Israel

Malaysia menentang keputusan AS soal legalitas permukiman Israel di Tepi Barat.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Reiny Dwinanda
Desa Khan al-Ahmar, Palestina yang akan digusur Israel untuk perluasan permukiman yahudi
Foto: The Jerussalem Post
Desa Khan al-Ahmar, Palestina yang akan digusur Israel untuk perluasan permukiman yahudi

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Malaysia menentang keputusan AS soal permukiman ilegal Israel di Tepi Barat Sungai Jordan yang diduduki. Menteri Luar Negeri Malaysia Saifuddin Abdullah menegaskan hal itu dalam konferensi pers di Moskow, Kamis, setelah bertemu Menlu Rusia Sergey Lavrov.

Menurut Abdullah, solusi politik adalah cara terbaik untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina. "Malaysia menentang perubahan posisi AS (di permukiman ilegal Israel di Tepi Barat yang diduduki)," tutur dia dilansir Anadolu Agency, Jumat (22/11).

Baca Juga

Abdullah meyakini solusi politik adalah cara terbaik ke depan yang akan memungkinkan penyelesaian hubungan antara Palestina dan Israel dan pencapaian perdamaian abadi.

Sementara itu, Lavrov mengonfirmasi posisi Rusia tentang masalah ini. Dia mengatakan, sikap AS bertentangan dengan semua keputusan internasional yang ada dan justru dapat membawa penyelesaian Israel-Palestina ke jalan yang buntu.

"Kami akan menganjurkan kembalinya ke penghormatan penuh dan tanpa syarat untuk semua keputusan yang telah diambil sejauh ini tentang masalah ini," katanya.

AS pada hari Senin berbalik arah mengenai posisinya mengenai permukiman Israel yang dibangun di Tepi Barat yang diduduki, yang melanggar perjanjian lebih dari empat dekade. AS menyatakan bahwa pemukim Israel tidak akan lagi dipandang ilegal.

AS di bawah Presiden Donald Trump telah menutup kantor diplomatik Palestina di Washington. AS juga telah memindahkan kedutaan besarnya di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Sekitar 650 ribu orang Yahudi Israel saat ini tinggal di lebih dari 100 pemukiman yang dibangun sejak 1967, ketika Israel menduduki Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Palestina menginginkan wilayah ini bersama dengan Jalur Gaza untuk pembentukan negara Palestina di masa depan.

Hukum internasional memandang Tepi Barat dan Yerusalem Timur sebagai wilayah pendudukan dan menganggap semua aktivitas pembangunan permukiman Yahudi di sana ilegal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement