Rabu 25 Dec 2019 12:22 WIB

Warga Idlib Suriah Eksodus ke Turki

Sebanyak 30 ribu orang melarikan diri dari Idlib, Suriah setelah serangan militer.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
Idlib, Suriah
Idlib, Suriah

REPUBLIKA.CO.ID, IDLIB -- Ribuan orang di Provinsi Idlib, Suriah melarikan diri ke perbatasan Turki dalam eksodus besar-besaran warga sipil. Mereka menghadapi serangan militer baru yang sengit oleh rezim Bashar al-Assad dan sekutu Rusia-nya.

Sebanyak 30 ribu orang telah meninggalkan daerah di sekitar kota Maarat al-Numan setelah empat hari serangan udara. Maarat al-Numan berada di jalan raya M5 yang strategis. Wilayah itu ditentukan Assad untuk membuka kembali rute yang menghubungkan ibu kota, Damaskus, dengan kota Aleppo yang terbesar di Suriah.

Baca Juga

Kegiatan militer selama beberapa hari terakhir juga menjadi pilihan berbahaya.  Serangan berlanjut pada Selasa (24/12) meskipun ada jeda dari sisi kemanusiaan yang seharusnya ada dalam pertempuran.

Mereka yang mampu membeli bahan bakar telah melarikan diri dengan mobil, sepeda motor, dan truk-truk. Mereka juga sering kali hanya mengambil apa yang dapat mereka bawa.

"Pesawat tempur menargetkan M5 dengan rudal dan senapan mesin berat sepanjang jalan. Saya tidak tahu bagaimana keluarga saya masih hidup, kami sangat beruntung," kata ayah dua anak yang meninggalkan daerah Maarat al-Numan, Ammar Karkas (29 tahun) dikutip Guardian, Rabu (25/12).

"Dua mobil yang membawa orang-orang terlantar hanya 2 km di belakang kami menjadi sasaran dan lima orang dibakar hidup-hidup. Jika kita sedikit lebih lambat kami akan terbunuh dalam serangan udara yang sama," ujarnya menambahkan.

Pengawas dan saksi mata mengatakan, setidaknya 12 warga sipil telah tewas pekan ini ketika jet-jet udara Rusia dan Suriah telah menargetkan konvoi sipil.

Pertempuran baru itu terjadi kendati ada persetujuan pads September oleh para pemimpin Turki, Rusia dan Iran untuk berkomitmen kembali terhadap upaya-upaya eskalasi di wilayah tersebut. Setidaknya 100 orang telah tewas sejak serangan darat dimulai pekan lalu. Korban termasuk lima anak yang tewas setelah rudal menghantam sebuah sekolah yang melindungi orang-orang terlantar di desa Jobas pada  Selasa.

Maarat al-Numan merupakan wilayah pusat yang penting dari revolusi Suriah 2011. Kini kota itu seperti kota hantu, kata penduduk Rami al-Maari. Kota itu diperkirakan akan jatuh ke rezim Assad.

"Tadi malam di lingkungan saya, serangan udara menghancurkan 20 rumah.  Penembakan itu kontinu. Mereka ingin membunuh warga sipil atau memaksa mereka pergi," kata pria berusia 23 tahun itu.

"Keluarga saya tidak ingin meninggalkan rumah untuk pergi hidup dalam kondisi yang mengerikan di sebuah kamp di perbatasan. Tetapi jika tentara semakin dekat kita harus pergi karena kita dicari oleh rezim dan kita takut ditangkap. Dalam kedua skenario kita mati," tukasnya.

Pengeboman yang terjadi sejak April telah menewaskan lebih dari 1.400 orang dan satu juta orang melarikan diri ke perbatasan Turki. Ribuan orang kini berjuang pada akomodasi sementara di musim dingin karena kekurangan bahan bakar yang mengancam perawatan medis dan menaikkan harga makanan dan transportasi.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan, perbatasan akan tetap ditutup bagi pengungsi. Dia memperingatkan bahwa negaranya, yang telah menampung 4 juta warga Suriah, tidak akan dapat menyerap pengungsi baru.

Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, telah menyatakan kekhawatirannya atas meningkatnya pertempuran. Hal itu akan menambah ancaman bagi bantuan lintas-perbatasan yang penting bagi Idlib setelah dewan keamanan PBB tidak dapat mengatasi keberatan Rusia dan China terhadap program pengiriman bantuan minggu lalu.

"PBB mendesak semua pihak untuk memastikan perlindungan warga sipil, dan untuk memungkinkan akses berkelanjutan dan tanpa hambatan oleh semua pihak kemanusiaan untuk memberikan bantuan yang menyelamatkan jiwa bagi semua yang membutuhkan," kata juru bicara Guterres Stephane Dujarric.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement