REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Rusia telah menggelar referendum perubahan konstitusi pada Rabu (1/7). Hasil awal menunjukkan mayoritas warga menyetujui amendemen. Jika penghitungan akhir suara tetap sama, Vladimir Putin diizinkan mencalonkan diri kembali sebagai presiden.
Komisi Pemilihan Umum Rusia mengatakan, telah menghitung hasil perolehan suara dari tiga perempat daerah Rusia. Hasilnya sebanyak 77 persen menyetujui amendemen konstitusi.
Dalam kertas suara, warga Rusia ditanya apakah mereka setuju dengan perubahan konstitusi, mencakup mekanisme kritis yang memungkinkan Putin mencalonkan diri kembali sebagai presiden.
Setelah masa jabatannya usai pada 2024, Putin seharusnya tak diizinkan lagi untuk berkontestasi dalam pemilihan presiden. “Kami memberikan suara untuk negara ini. Kami ingin meneruskan kepada anak dan cucu kami,” kata Putin pada Selasa (30/6).
Amendemen konstitusi juga mencakup jaminan minimum pensiun, larangan pernikahan sesama jenis, dan dimasukannya “kepercayaan kepada Tuhan” sebagai nilai inti Rusia. Referendum seharusnya dilaksanakan pada 22 April lalu. Namun, ia ditunda menyusul kian merebaknya pandemi Covid-19 di negara tersebut.
Untuk pertama kalinya, Rusia memberikan waktu sepekan untuk proses pemungutan suara. Jangka waktu itu diharapkan dapat meningkatkan jumlah pemilih mengingat bahaya menghelat pemilu selama pandemi.
Kelompok oposisi Rusia berjuang untuk melawan penyelenggaraan referendum amendemen konstitusi. Politisi oposisi Alexei Navalnya mengatakan Putin berusaha menjadikan dirinya sebagai presiden seumur hidup.
Navalny dan sejumlah kritikus lainnya meyakini amendemen konstitusi hampir pasti membawa Putin memperluas cengkeramannya pada kekuasaan. Navalny pun percaya proses pemungutan suara telah direkayasa. “‘Hasil’ yang baru saja mereka umumkan itu palsu dan kebohongan besar. Mereka (hasil suara) tak ada hubungannya dengan pendapat warga Rusia,” ujar Navalny.
Lembaga pemantau pemilu independen, Golos, mengatakan telah menerima ratusan pengaduan pelanggaran pemungutan suara. Pelanggaran itu antara lain adanya warga yang memberikan suara lebih dari satu kali dan laporan tentang para pengusaha menekan staf-stanya untuk berpartisipasi dalam referendum.
“Kami melihat daerah tetangga dan anomali terlihat jelas. Ada daerah-daerah di mana jumlah pemilih secara artifisial (digenjot), ada daerah-daerah di mana itu lebih atau kurang riil,” kata ketua bersama Golos, Grigory Melkonyants.
Pemerintah Rusia telah dituding melancarkan operasi untuk membujuk para guru, dokter, pekerja sektor publik, dan profesi lainnya yang dibayar oleh negara untuk memilih mendukung amandemen konstitusi. Hadiah pun ditawarkan guna meningkatkan partisipasi.