Kamis 11 Feb 2021 08:00 WIB

Presiden Biden Jatuhkan Sanksi Ekonomi untuk Myanmar

Kudeta militer di Myanmar pada 1 Februari menggulingkan pemerintahan sipil.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
 Presiden Joe Biden menyampaikan sambutan kepada staf Departemen Luar Negeri, Kamis, 4 Februari 2021, di Washington. Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menyetujui perintah eksekutif untuk sanksi baru terhadap mereka yang bertanggung jawab atas kudeta militer di Myanmar.
Foto:

Kudeta militer terjadi kurang dari dua minggu setelan Biden menjabat sebagai presiden. Ini merupakan krisis internasional besar pertama Biden dan ujian awal dari janjinya untuk memusatkan hak asasi manusia dalam kebijakan luar negeri. Biden menyatakan keprihatinan yang mendalam terhadap kudeta militer di Myanmar.

"Saya kembali menyerukan kepada militer Burma untuk segera membebaskan para pemimpin dan aktivis politik yang demokratis. Militer harus melepaskan kekuasaan yang direbutnya," kata Biden. 

Biden tidak merinci siapa yang akan terkena sanksi baru. Washington kemungkinan akan menargetkan pemimpin kudeta Min Aung Hlaing dan jenderal top lainnya yang sudah berada di bawah sanksi AS yang diberlakukan pada tahun 2019 atas pelanggaran terhadap Muslim Rohingya dan minoritas lainnya.

Sanksi juga dapat menargetkan Myanmar Economic Holdings Limited dan Myanmar Economic Corp. Keduanya adalah perusahaan induk militer dengan investasi yang mencakup sektor termasuk perbankan, permata, tembaga, telekomunikasi, dan pakaian. 

Negara-negara Barat telah mengutuk kudeta militer tersebut. Namun analis mengatakan, militer Myanmar tidak akan terisolasi karena Cina, India, Jepang, dan negara-negara Asia Tenggara tidak mungkin memutuskan hubungan karena ada kepentingan strategis. Mantan Duta Besar AS untuk Myanmar Derek Mitchell mengatakan, sangat penting untuk melibatkan negara-negara seperti Jepang, India, dan Singapura dalam memberikan tanggapan yang kuat.

"Kuncinya bukan hanya apa yang dilakukan Amerika. Ini akan menjadi cara kita mengajak orang lain bersama kita, sekutu yang mungkin memiliki lebih banyak kekuatan dalam permainan, lebih berpengaruh, atau setidaknya hubungan yang lebih baik dengan para pemain kunci," ujar Mitchell.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement