Senin 01 Mar 2021 13:58 WIB

Turki: Stabilitas Myanmar Memburuk Pasca-Kudeta

Turki menyerukan agar aksi kekerasan segera dihentikan.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
 Petugas polisi anti huru hara maju ke depan pengunjuk rasa pro-demokrasi selama unjuk rasa menentang kudeta militer di Yangon, Myanmar, 27 Februari 2021.
Foto:

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken turut mengutuk tindakan represif aparat keamanan Myanmar. Dia menyatakan AS bakal terus mendorong permintaan pertanggungjawaban terhadap mereka yang terlibat dalam aksi kekerasan di Myanmar. “Kami berdiri teguh dengan rakyat yang berani di Burma dan mendorong semua negara berbicara dengan satu suara untuk mendukung keinginan mereka,” ujarnya lewat akun Twitter pribadinya.

Aksi unjuk rasa menentang kudeta militer di Myanmar masih berlangsung. Pada Ahad lalu, massa terlibat bentrok dengan aparat keamanan di berbagai titik di Yangon dan beberapa kota lainnya. Mengenakan helm proyek, kacamata, dan tameng darurat, para demonstran berhadap-hadapan dengan personel polisi serta militer.

Penggunaan granat setrum, gas air mata, serta tembakan ke udara tak membuat massa gentar dan membubarkan diri. Pada titik itu penembakan langsung ke arah demonstran dilakukan. Menurut Kantor Hak Asasi Manusia (HAM) PBB, sedikitnya 18 orang tewas dan lebih dari 30 lainnya mengalami luka-luka. Jumlah korban meninggal sejak demonstrasi digelar empat pekan lalu adalah 21 jiwa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement