Pekan lalu, Iran dan kekuatan global mengadakan pembicaraan konstruktif untuk menghidupkan kembali JCPOA yang telah keluar dari jalur. Sejak AS keluar dari JCPOA, Iran telah melanggar batas pengayaan uranium menjadi 20 persen. Di bawah ketentuan dalam JCPOA, Iran dapat memperkaya uranium heksafluorida, bahan baku sentrifugal, pada tingkat 3,67 persen.
Pengayaan uranium pada tingkat tiga hingga lima persen dapat digunakan untuk menjalankan pembangkit listrik tenaga nuklir. Sementara pengayaan di tingkat 20 persen merupakan langkah signifikan untuk membuat senjata nuklir.
Iran menyangkal bahwa pengayaan uranium digunakan untuk mengembangkan senjata nuklir. Iran mengatakan, tenaga nuklir dibutuhkan untuk tujuan sipil di bidang kedokteran atau energi. Badan intelijen Barat percaya Iran memiliki program senjata nuklir klandestin yang dihentikan pada tahun 2003.
Sebelumnya, fasilitas nuklir Natanz mengalami pemadaman listrik di ruang produksi pengayaan uranium. Iran menuding Israel telah melakukan sabotase terhadap fasilitas Natanz.
Israel menentang agar JCPOA tidak dihidupkan kembali, karena Iran akan meningkatkan ancaman di regional maupun global. Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengatakan, insiden yang terjadi di fasilitas Natanz akan berdampak pada pembicaran untuk menyelamatkan JCPOA.
"Saya yakinkan Anda bahwa dalam waktu dekat sentrifugal pengayaan uranium yang lebih maju akan ditempatkan di fasilitas Natanz," kata Zarif.