Pada 2018, mantan presiden AS Donald Trump memutuskan menarik AS dari kesepakatan nuklir Iran atau JCPOA. Trump berpandangan JCPOA "cacat" karena tak turut mengatur tentang program rudal balistik dan peran Iran di kawasan. Trump kemudian memberlakukan kembali sanksi ekonomi terhadap Teheran.
Presiden AS Joe Biden telah mengisyaratkan niatnya untuk membawa kembali negaranya ke JCPOA. Sejak AS mundur, Iran telah mengingkari beberapa komitmen yang dibuatnya di JCPOA, termasuk perihal pengayaan uranium.
Pada Rabu (13/4) lalu, Iran mengonfirmasi akan mulai melakukan pengayaan uranium hingga 60 persen pekan depan. Hal itu diumumkan setelah fasilitas nuklir Natanz yang berada di Teheran menjadi sasaran sabotase. Iran menuding Israel sebagai dalang di balik insiden tersebut.
Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mengkonfirmasi perkembangan tersebut. Ia mengatakan mengatakan Teheran telah mengkomunikasikan niatnya untuk mulai memproduksi uranium hexafluoride (UF6) yang diperkaya hingga 60 persen di pabrik pengayaan bahan bakar percontohan di Natanz.