Jumat 18 Mar 2022 15:06 WIB

Bisnis Rusia di AS Hadapi Pembalasan Akibat Serangan Ukraina

Warga AS lampiaskan kemarahan pada apapun yang berbau Rusia di negaranya.

Rep: Dwina agustin/ Red: Friska Yolandha
Deretan penganan dari Rusia, Ukraina, dan negara lainnya terpajang di Moscow on the Hudson, Kamis (16/3/2022). Kemarahan warga AS terhadap Rusia dilampiaskan ke bisnis yang berbau Rusia, membuat pemilik bisnis khawatir.
Foto:

Aguichev yang lahir di AS mengatakan, telah menerima surel dari orang-orang yang menggunakan kata-kata kasar tentang Rusia. Ancaman itu memerintahkan mereka untuk kembali ke tempat asal. Dia pun akhirnya menghapus referensi ke Rusia dari menu restoran.

"Dua saudara perempuannya bersembunyi di bawah bunker," kata Aguichev tentang keluarga ibunya.

Aguichev mencatat bahwa banyak orang lain telah mendukung dia dan ibunya. Namun seharusnya tidak masalah meskipun seseorang lahir di Rusia, karena banyak teman Rusianya juga tidak menginginkan perang ini.

"Hanya satu orang yang ingin melakukan ini, dan itu adalah Presiden Putin. Ini tidak hanya memengaruhi kehidupan Ukraina, itu juga memengaruhi kehidupan Rusia," ujar Aguichev.

Robert Passikoff, pendiri dan presiden Brand Keys sebuah konsultan penelitian loyalitas merek yang berbasis di New York membuktikan melalui survei yang dilakukan. Dia mencatat bahwa jajak pendapat baru-baru ini terhadap 1.200 pembeli AS.

Passikoff menemukan 84 persen secara bipartisan mengindikasikan bahwa mereka akan memboikot merek Rusia sebagai tanda solidaritas dengan Ukraina. Namun, hanya delapan persen dari mereka yang dapat menyebutkan merek konsumen Rusia dengan benar tanpa bantuan.

"Ini sentimen yang bagus, tapi bermasalah. Kenyataannya adalah tidak banyak merek Rusia terkenal yang siap dipamerkan di toko-toko Amerika," kata Passikoff.

Kemarahan konsumen telah salah arah di masa lalu. Setelah serangan teroris 11 September 2001, banyak bisnis yang dikelolo oleh orang atau keturunan Timur Tengah menderit.

Pelanggan mengarahkan permusuhan kepada mereka. Pada tahun-tahun sejak itu, media sosial telah mempermudah orang untuk memprotes dan mengatur boikot melalui tagar tetapi kurangnya konteks juga memudahkan untuk ditahan bahkan dikalahkan.

 

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement