Jumat 03 Jun 2022 11:03 WIB

Desak Pengendalian Senjata, Biden: Ya Tuhan, Berapa Banyak Pembantaian Lagi?

Desak untuk mengendalikan senjata selalu ditolak Partai Republik di kongres

Rep: Lintar Satria/ Red: Esthi Maharani
Presiden Joe Biden dan ibu negara Jill Biden mengunjungi tugu peringatan di Sekolah Dasar Robb untuk memberikan penghormatan kepada para korban penembakan massal, Minggu, 29 Mei 2022, di Uvalde, Texas.
Foto:

Organisasi non-profit Gun Violence Archive mengatakan hingga 2022 sudah lebih dari 18 ribu orang Amerika tewas karena kekerasan senjata api. Baik melalui pembunuhan maupun bunuh diri.

Kanada, Australia dan Inggris memberlakukan hukum yang lebih ketat perihal senjata api setelah terjadi penembakan massal di negara mereka. Melarang kepemilikan senapan serbu dan meningkatkan pemeriksaan latar belakang. Selama dua dekade AS dilanda penembakan massal di sekolah, toko, tempat kerja dan ibadah tanpa meloloskan satu pun legislasi tentang senjata api.

Sebagian besar pemilih AS baik dari Partai Republik maupun Demokrat mendukung undang-undang senjata api yang lebih ketat. Tapi politisi Partai Republik di Kongres dan sejumlah politisi Demokrat menghalangi langkah itu selama bertahun-tahun.

Harga saham perusahaan senjata naik pada Kamis ini. Upaya untuk memperketat kepemilikan senjata setelah penembakan massal menaikan harga saham karena investor mengantisipasi lonjakan pembelian menjelang regulasi.

Usai penembakan Texas, Biden menyerang kelompok lobi pro-senjata api yang mendukung para politisi yang menolak rancangan undang-undang tersebut. Senat terpecah menjadi dua kelompok, 50 anggota Demokrat dan 50 Partai Republik.

Perlu 60 suara untuk mengatasi manuver politik yang dikenal sebagai filibuster yang artinya sebuah undang-undang perlu dukungan bipartisan atau dari kedua belah pihak.

"Satu-satunya ruang di Amerika di mana anda tidak bisa menemukan dukungan 60 persen lebih banyak pada pemeriksaan latar belakang universal adalah di ruang Senat AS," kata wakil presiden kelompok anti-kekerasan senjata api, Christian Heyne.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement