Saat Ukraina membentuk pemerintahan baru, Rusia mengerahkan pasukannya ke Krimea. Presiden Vladimir Putin mengatakan langkah itu dilakukan untuk melindungi warga etnis Rusia di wilayah tersebut yang terancam oleh rezim baru Ukraina.
Kelompok oposisi dari pemerintahan Yanukovych mengecam aksi Rusia. Uni Eropa, NATO, dan Amerika Serikat (AS) turut mengkritik keras pengerahan pasukan Rusia ke Krimea.
Di tengah situasi demikian, otoritas Krimea menggelar referendum tentang reunifikasi dengan Rusia. Sebagian besar pemilih (96,7 persen di Krimea dan 95,6 persen di Sevastopol) mendukung gagasan tersebut.
Jumlah warga yang berpartisipasi dalam proses referendum mencapai 80 persen. Pada Maret 2014, Putin menandatangani perjanjian tentang reunifikasi Krimea dengan Rusia.
Perjanjian diratifikasi oleh Majelis Federal Rusia pada 21 Maret 2014. Namun, Ukraina menolak mengakui kemerdekaan Krimea dan keputusannya bersatu kembali dengan Rusia. Komunitas internasional pun memandang langkah Rusia di Krimea sebagai bentuk aneksasi atau pencaplokan.