Kamis 19 Jan 2023 00:35 WIB

Gen Z China Pesimistis Terhadap Pemerintah

62 persen Gen Z China khawatir tentang keamanan pekerjaan.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
 Para pengunjuk rasa bentrok dengan polisi selama protes di Beijing, Ahad, 27 November 2022. Para pengunjuk rasa yang marah dengan langkah-langkah anti-virus yang ketat menyerukan agar pemimpin kuat China itu mengundurkan diri, teguran yang belum pernah terjadi sebelumnya ketika pihak berwenang di setidaknya delapan kota berjuang untuk menekan demonstrasi pada Minggu itu. merupakan tantangan langsung yang langka terhadap Partai Komunis yang berkuasa.
Foto:

Dychtwald mengatakan, protes lebih lanjut tampaknya tidak mungkin terjadi dalam waktu dekat. Tetapi Partai Komunis yang berkuasa, berada di bawah tekanan untuk menawarkan "harapan dan arahan" kepada pemuda China dalam pertemuan legislatif tahunan pada Maret mendatang. Menurut Dychtwald, kegagalan untuk memberikan solusi semacam itu dapat memicu kembali protes dalam jangka panjang. 

 Dalam pidato Tahun Baru, Xi mengakui perlunya meningkatkan prospek pemuda China. Namun dia tidak menyebutkan protes kebijakan zero-Covid.

 "Suatu bangsa akan makmur ketika kaum mudanya berkembang," kata X.

Bagi Partai Komunis China yang terobsesi dengan stabilitas, memberikan lebih banyak hak politik kepada Gen Z adalah hal yang tidak terpikirkan.  Sebaliknya, para analis mengatakan pembuat kebijakan China perlu menciptakan pekerjaan bergaji tinggi untuk kaum muda dan memastikan mereka berkembang secara ekonomi, seperti generasi orang tua mereka, yang menerima kebebasan terbatas sebagai imbalan atas kemakmuran yang dijanjikan.

Memenuhi ekspektasi Gen Z untuk upah yang lebih tinggi akan membuat ekspor China menjadi kurang kompetitif. Tindakan keras Xi terhadap industri teknologi dan sektor swasta lainnya juga menyebabkan hilangnya pekerjaan dan lebih sedikit peluang bagi kaum muda.

"Terlepas dari semua pembicaraan pemerintah tentang kemakmuran bersama, menyamakan kedudukan untuk generasi baru ini tampaknya mustahil, kata Fang Xu, seorang sosiolog perkotaan di University of California, Berkeley.

 "Orang tua mereka mampu mengumpulkan kekayaan dalam jumlah besar dari pasar perumahan, dari kewirausahaan swasta, dan lompatan itu sepertinya tidak akan terulang lagi. Menyamakan lapangan permainan berarti mendevaluasi pasar properti, sehingga bukan tidak mungkin bagi kaum muda untuk membeli rumah, tetapi itu akan menjadi pukulan besar bagi generasi yang lebih tua," ujar Fang.

Seorang mahasiswa yang mengidentifikasi dirinya sebagai Deng mengatakan, dia memiliki sedikit harapan bahwa dia dapat berkembang di China. Mahasiswa ini punya mimpi untuk menetap di Shanghai dan mempunyai pekerjaan yang bagus.

 "Jika saya ingin tinggal di China, saya punya dua pilihan, yaitu tinggal di Shanghai untuk bekerja dan mengambil pekerjaan kantoran biasa atau mendengarkan orang tua saya, kembali ke kampung halaman saya, mengikuti ujian pegawai negeri, lalu bersantai," kata Deng.

Deng juga tidak menutup peluang untuk bekerja atau melanjutkan studi di luar negeri. Data dari raksasa internet Baidu menunjukkan, pencarian  untuk belajar di luar negeri naik lima kali lipat dari rata-rata tahun 2021. Lonjakan juga terjadi selama protes pada November 2022 lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement