Selasa 04 Jul 2023 06:36 WIB

Menlu Swedia: Pembakaran Alquran Ubah Citra Baik Swedia

Kemenlu Swedia telah mengecam pembakaran Alquran yang terbaru oleh Salwan Momika.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nidia Zuraya
Polisi turun tangan di tempat kejadian di mana seorang pria membakar Alquran di luar masjid di Stockholm, Swedia, 28 Juni 2023.
Foto: EPA-EFE/STEFAN JERREVANG
Polisi turun tangan di tempat kejadian di mana seorang pria membakar Alquran di luar masjid di Stockholm, Swedia, 28 Juni 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, STOCKHOLM -- Menteri Luar Negeri Swedia, Tobias Billstrom, mengatakan pembakaran Alquran dapat mengubah citra baik Swedia menjadi buruk. Dia mengatakan, negaranya sedang berjuang untuk menyelamatkan reputasinya.

"Citra baik Swedia akan berubah dalam jangka panjang jika terus digambarkan sebagai Islamofobia. Sulit untuk memprediksi apa konsekuensinya dalam proses persetujuan keanggotaan NATO Swedia. Pertahanan juga penting,” kata Billstrom dikutip dari Anadolu Agency.

Baca Juga

Billstrom menegaskan, Swedia memperhatikan keberatan Turki dalam meratifikasi aksesi negara itu ke NATO. Ankara telah mengajukan keberatan atas aksi-aksi pembakaran Alquran di Stockholm, termasuk yang terbaru pada hari pertama Idul Adha pada 28 Juni 2023.

Kementerian Luar Negeri Swedia pada akhir pekan telah mengecam pembakaran Alquran yang terbaru oleh Salwan Momika. "Pemerintah Swedia memahami bahwa tindakan Islamofobia individu dalam demonstrasi di negara itu dapat menyinggung umat Islam. Kami mengutuk keras tindakan ini yang tidak mencerminkan pandangan pemerintah Swedia dengan cara apa pun," ujarnya.

"Rasisme, xenofobia, dan intoleransi terkait tidak memiliki tempat di Swedia atau Eropa," kata Kementerian Luar Negeri Swedia menggambarkan pembakaran Alquran dan kitab suci lainnya sebagai provokasi yang jelas.

Menurut Kementerian Luar Negeri Swedia, demonstrasi yang diadakan oleh Momika memiliki konsekuensi serius bagi keselamatan dan keamanan internal Swedia. “Di Swedia, kebebasan berekspresi mendapatkan perlindungan yang kuat. Namun, tentu saja ini tidak berarti bahwa pemerintah mendukung setiap pendapat yang diungkapkan. Pertemuan publik yang sepenuhnya legal juga dapat bersifat polarisasi dan ofensif,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement