Rabu 12 Jul 2023 22:18 WIB

Akankah Kemelut Politik Thailand Kembali Terjadi?

Harus ada perlawanan terhadap usaha untuk menghancurkan demokrasi.

Pemimpin Partai Move Forward dan kandidat PM Pita Limjaroenrat (tengah) saat acara di Bangkok, Thailand, Ahad (9/7/2023).
Foto:

Belum ada indikasi jelas perkembangan di MK maupun komisi pemilu akan mengadang Pita dalam kontestasi pemilihan perdana menteri baru pada Kamis, besok. Ia harus mendapatkan lebih dari setengah dari seluruh suara di parlemen. 

Untuk memperoleh dukungan parlemen guna menjadi perdana menteri, Pita mesti mendulang suara dari kelompok konservatif di Senat yang menentang perubahan pasal 112 undang-undang pidana, yang menetapkan hukuman 15 tahun penjara bagi penghina raja. 

Pita menyatakan rekomendasi komisi pemilu bahwa dia didiskualifikasi merupakan tindakan yang tak adil dan ia mempertanyakan waktu pemberian rekomendasi itu. ‘’Ini terburu-buru, sehari sebelum pemilihan perdana menteri. Mestinya ini tak terjadi,’’ katanya. 

Dalam wawancara televisi, bersamaan dengan pengumuman MK, Pita menekankan usulan amendemen pasal 112 bukan berarti merendahkan monarki. Namun, masih banyak yang menolak adanya penghapusan hukuman bagi penghina raja. 

Pita didukung koalisi delapan partai yang menguasai 312 kursi di majelis rendah parlemen Thailand. Ia berharap semua berjalan mulus meski masih membutuhkan 64 suara lagi baik dari partai rival di majelis rendah maupun anggota Senat yang ditunjuk junta. Ini tantangan. 

Dan tantangan lain mengemuka. Politisi Partai Demokrat, Chaichana Dechdecho menyatakan, 25 anggota parlemen dari Demokrat tak akan mendukung Pita dalam pemungutan suara di parlemen besok. Alasannya, Partai Demokrat tak setuju dengan amendemen pasal 112. 

Senator Jetn Sirathranon rekomendasi komisi pemilu agar Pita didiskualifikasi menjadi anggota parlemen, memangkas dukungan terhadap dirinya dalam pemungutan suara menjadi perdana menteri di parlemen besok. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement