Selasa 14 Nov 2023 11:34 WIB

Ke Mana Arah Kebijakan Inggris Terhadap Gaza Seusai David Cameron Kembali ke Pemerintahan?

Cameron diperkirakan berikan nada yang lebih damai tapi tak berpihak pada Palestina

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Mantan Perdana Menteri Inggris David Cameron ditunjuk jadi Menlu Inggris.  Cameron diperkirakan akan memberikan “nada yang lebih damai”,tetapi tidak akan berpihak pada Palestina
Foto:

Menurut Whitham, hubungan pribadi Cameron dengan Arab Saudi telah memainkan peran yang menentukan dalam pemulihan politiknya. Cameron termasuk di antara segelintir pemimpin, termasuk mantan presiden Brasil Jair Bolsonaro dan mantan penasihat senior kepresidenan AS, Jared Kushner, yang melakukan perjalanan ke Arab Saudi pada 2019 untuk menghadiri pertemuan puncak Davos di Gurun.

“Kami memiliki (pilar) dalam kebijakan luar negeri Inggris di Timur Tengah yang menjadi lebih penting dalam konteks pasca-Brexit, yaitu bahwa sekutu strategis asing di luar Eropa, seperti Arab Saudi, sangatlah penting. Menjaga hubungan baik dengan mitra-mitra ini adalah hal yang terpenting. Dan Cameron dipandang sebagai kandidat penerus dalam hal ini," ujar Whitham.

Cameron selama ini mendukung penggunaan kekuatan militer Inggris untuk mengalahkan kelompok-kelompok yang dianggap teroris di Timur Tengah. Pada 2014, ketika ISIS berusaha mendirikan kekhalifahan di Irak dan Suriah, ia memperingatkan bahwa Barat akan menghadapi negara ekstremis di perbatasan Mediterania jika ISIS berhasil mencapai tujuannya. Pemerintahan Cameron ketika itu setuju untuk memperluas serangan udara ke Suriah dari Irak, dan ia memilih mendukung invasi ketika diajukan ke Parlemen Inggris pada Maret 2003.

“Mungkin keputusan kebijakan luar negeri yang paling kontroversial pada masa Cameron sebagai perdana menteri adalah keputusan untuk menggunakan pembunuhan di luar proses hukum di Suriah, yang meresmikan program serangan pesawat tak berawak yang berlanjut hingga hari ini,” kata Whitham.

Cameron mengundurkan diri pada 2016, setelah upayanya yang gagal agar Inggris tetap menjadi anggota Uni Eropa. Kebijakan Cameron mengenai Timur Tengah telah ditinjau dan terbukti memiliki dampak jangka panjang bagi kawasan tersebut.

Pada 2011 ketika Inggris dan Perancis melakukan intervensi di Libya, pemerintahan Cameron mengatakan, operasi tersebut bertujuan untuk melindungi warga sipil yang mendapat serangan dari pemimpin Muammar Gaddafi. Namun Komite Urusan Luar Negeri kemudian menganalisis keputusan tersebut. Komite menemukan bahwa keputusan tersebut didasarkan pada kelemahan intelijen dan mempercepat keruntuhan politik dan ekonomi negara Afrika Utara tersebut.

Laporan parlemen menyimpulkan, Cameron mempunyai peran yang menentukan dalam keputusan intervensi dan harus memikul tanggung jawab atas peran Inggris dalam krisis di Libya. Serupa dengan mantan presiden AS Barack Obama, Cameron membuka jalan bagi penggunaan kekuatan mematikan di beberapa wilayah Timur Tengah.

“Cameron telah menunjukkan bahwa dia cukup tertarik pada intervensi militer di wilayah tersebut. Saya tidak ingin berspekulasi apakah dia akan bergabung dengan kelompok pro-Israel dan berpotensi menjebak Hamas sebagai perpanjangan tangan ISIS. Hal itu tergantung pada kebijakan Sunak dan Cameron harus mengikuti kebijakan tersebut," ujar Whitham.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement