Krisis demografi Korsel menjadi risiko tinggi untuk pertumbuhan ekonomi dan sistem jaminan sosial. Populasi 51 juta orang dapat berkurang hingga separuhnya pada akhir abad ini.
Sebelumnya Korsel memproyeksikan angka kelahiran pada tahun 2024 akan turun menjadi 0,68. Tahun lalu angka kelahiran di Ibukota Seoul yang biaya perumahannya tertinggi di Korsel hanya 0,55.
Menjelang pemilu pada bulan April mendatang, partai-partai politik terbesar di Korsel berjanji memperbanyak perumahan publik dan melonggarkan syarat pinjaman untuk mendorong angka kelahiran. Sebagai cara meredakan kekhawatiran akan "kepunahan nasional" seiring dengan menurunnya tingkat kelahiran.
Menikah dianggap syarat memiliki anak di Korsel. Tapi angka pernikahan juga turun.
"Ada orang-orang yang tidak menikah tapi kami memikirkan pasangan menikah yang memilih tidak memiliki bayi, dan pemahaman saya adalah bahwa menangani bagian tersebut akan menjadi fokus kebijakan kami (untuk meningkatkan angka kelahiran)," kata seorang pejabat di Badan Statistik Korea dalam sebuah pengarahan, tanpa menjelaskan lebih lanjut.
Fokus partai-partai pada populasi di kampanye mereka mencerminkan kekhawatiran pengeluaran lebih dari 360 triliun won atau 270 miliar dolar AS di bidang-bidang seperti subsidi pengasuhan anak sejak tahun 2006 gagal mengatasi penurunan angka kelahiran.
Di kawasan Korsel bukan satu-satu negara yang tengah berjuang mengatasi depopulasi. Pada Selasa (27/2/2024) negara tetangganya, Jepang, mengatakan jumlah bayi yang lahir pada tahun 2023 turun selama delapan tahun berturut-turut ke rekor terendah baru.
Angka kelahiran Jepang mencapai rekor terendah 1,26 pada tahun 2022, sementara Cina mencatat 1,09, juga merupakan rekor terAendah.