Selasa 19 Mar 2024 17:26 WIB

Sepak Terjang PM Israel Makin Membabi-buta, AS Mulai Gerah

Rencana pascaperang Netanyahu sulut kemarahan AS karena tak singgung solusi 2 negara.

Foto kombinasi ini menunjukkan Presiden Joe Biden, kiri, pada 8 Maret 2024, di Wallingford, Pa., dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Tel Aviv, Israel, 28 Oktober 2023.
Foto:

Netanyahu juga bandel melanjutkan permukiman warga Yahudi di tanah-tanah Palestina yang diduduki, yang kini bahkan memasukkan pula Jalur Gaza. Dia bahkan merencanakan kehadiran militer Israel di Jalur Gaza sampai setidaknya 10 tahun ke depan dan juga mengesampingkan Otoritas Palestina.

Padahal, Desember 2023, di sela konferensi iklim di Dubai, Wakil Presiden Amerika Serikat Kamala Harris menegaskan bahwa AS berpegang pada lima prinsip dalam melihat skenario Gaza pascaperang.

Palestina harus didengar

Kelima prinsip yang dipegang AS itu adalah tak boleh ada pemindahan paksa, tak boleh ada pendudukan kembali (Gaza), tak boleh ada pengepungan atau blokade, tak ada boleh ada penyusutan wilayah Gaza dan menghindarkan Gaza digunakan sebagai basis terorisme.

"Kami ingin melihat Gaza dan Tepi Barat yang bersatu di bawah Otoritas Palestina, dan bahwa suara serta aspirasi Palestina menjadi menjadi pusat dari semua upaya," kata Harris, akhir tahun lalu itu.

Netanyahu tak menggubris syarat AS itu, karena dia hanya mau mendengar pandangannya sendiri dan suara kelompok-kelompok kanan ekstrem di Israel yang menjadi mitra koalisinya.

Kemarahan Washington semakin besar setelah terjadi insiden yang membuat dunia semakin muak kepada Israel ketika tentara Israel menembaki warga sipil Palestina yang antre bantuan di Gaza utara pada 1 Maret. Israel berdalih awalnya hendak membubarkan massa yang berusaha menjarah bantuan, tapi mengaku menembaki warga Palestina karena tentara mereka terancam.

Insiden itu sendiri dikritik di dalam negeri Israel, termasuk surat kabar Haaretz yang menurunkan opini berjudul "Sengaja atau tidak, korban jiwa yang besar di Gaza dapat mengubah arah perang Israel-Hamas" (menjadi tidak menguntungkan Israel).

Biden sendiri kian tidak tahan kepada Netanyahu, sehingga makin terang-terangan menyentil Netanyahu. Salah satu petunjuk untuk itu adalah kesediaan pemerintahan Biden dalam menerima kunjungan mantan menteri pertahanan Israel, Benny Gantz, yang merupakan sekutu sekaligus pesaing politik paling kuat untuk Netanyahu.

Pada 5 Maret lalu, Gantz bertemu dengan Kamala Harris, Penasihat Keamanan Nasional Jake Sullivan, Menteri Pertahanan Lloyd Austin dan Menteri Luar Negeri Antony Blinken. Kunjungan Gantz yang masuk kabinet perang Netanyahu tetapi juga lawan politik utama Netanyahu itu, membuat perdana menteri Israel tersebut meradang, apalagi dia tak pernah diundang lagi ke Gedung Putih padahal sudah berkuasa lebih dari satu tahun di Israel.

Netanyahu memberi lampu hijau pada militer untuk....

 

 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement