Jumat 05 Oct 2018 16:06 WIB

Perempuan di Kamp Imigran Yunani Ketakutan

Lebih dari separuh pengungsi dan imigran di Yunani adalah perempuan dan anak.

Rep: Marniati/ Red: Nur Aini
Seorang perempuan Suriah memasak di kamp pengungsi di Idomeni, Yunani, Selasa, 10 Mei 2016.
Foto: AP Photo/Petros Giannakouris
Seorang perempuan Suriah memasak di kamp pengungsi di Idomeni, Yunani, Selasa, 10 Mei 2016.

REPUBLIKA.CO.ID, ATHENA -- Amnesty International pada Jumat (5/10) mengatakan perempuan di kamp-kamp imigran Yunani merasa khawatir akan keselamatan mereka. Mereka takut meninggalkan tenda pengungsian di malam hari atau menggunakan kamar mandi.

Menurut badan pengungsi PBB, UNHCR lebih dari separuh pengungsi dan migran yang tiba di Yunani adalah perempuan dan anak-anak. Jumlah migran itu tidak terlalu banyak jika dibandingkan dengan puncak krisis migran Eropa pada 2015. Tapi prosedur suaka yang lambat menandakam ribuan pencari suaka bersembunyi di kamp penuh sesak di beberapa pulau Yunani.

Menurut laporan Amnesti, kegiatan sehari-hari seperti mandi menjadi hal yang berbahaya bagi perempuan dan anak perempuan. Kurangnya sanitasi dan air minum bersih, serta kondisi kotor dan infestasi tikus, biasa terjadi di semua kamp.

"Kamar mandi di kamp tidak memiliki kunci. Pria berjalan masuk ketika Anda di dalam. Tidak ada lampu di toilet," ujar Amnesty mengutip seorang wanita dari Republik Demokratik Kongo, yang bernama Adele.

"Di malam hari, kadang saya pergi ke toilet dengan saudara perempuan saya atau buang air kecil dalam ember," kata Adele, yang tiba di pulau Samos pada Desember.

Para pencari suaka yang hamil mengatakan kepada Amnesty bahwa mereka harus tidur di lantai dan hanya memiliki sedikit akses ke perawatan kehamilan. Perempuan lain menghabiskan uang mereka untuk membeli pembalut wanita.

"Semuanya kotor di sini. Tidak mungkin untuk tetap bersih dan ketika kita sedang menstruasi, itu sangat sulit," kata Adele.

Menurut data pemerintah Yunani, beberapa kamp di pulau Yunani telah melebihi kapasitas. Untuk mengurangi kepadatan, pihak berwenang mulai memindahkan ratusan migran ke fasilitas di daratan. Namun, perempuan di kamp itu merasa diabaikan.

"Kami merasa benar-benar terlupakan. Beberapa dari kami telah berada di kamp selama dua tahun dan tidak ada yang berubah. Kami tidak tahu apa yang akan terjadi pada kami," kata seorang wanita Yezidi dari Irak yang tinggal di kamp Skaramagas dekat Athena.

Menurut Amnesty, organisasi-organisasi kemanusiaan yang bekerja di kamp itu melaporkan  para penyelundup dan orang-orang besenjata telah berada di fasilitas itu.

"Kegagalan besar pemerintah Eropa untuk membuka rute yang aman dan sah bagi para pengungsi yang melarikan diri dari tempat-tempat perang meningkatkan risiko pelecehan bagi perempuan dan anak perempuan," kata Sekretaris Jenderal Amnesty International Kumi Naidoo, yang mengunjungi pulau Lesbos pada Kamis.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement