Selasa 17 Nov 2015 15:54 WIB

Para Pengungsi Suriah di Eropa Takut Jadi Target Pembalasan

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Bilal Ramadhan
Pengungsi Suriah
Foto: Reuters
Pengungsi dan imigran berdatangan ke Eropa lewat laut di Pulau Lesbos, Yunani.

Marine Le Pen, pemimpin partai sayap kanan Prancis, Front Nasional, membenarkan prediksi itu. Ia menyerukan Perancis untuk menutup masjid-masjid radikal dan mengusir pendatang ilegal. Seruan itu diamini negara-negara Eropa lain.

Menteri Polandia, Konrad Szymanski, mengatakan negaranya tidak akan lagi menerima migran. Di sebuah kafe dekat bundaran Voltaire, seorang aktivis Suriah-Prancis, Zahia Darkazanli, menilai Front Nasional akan mendapatkan keuntungan dari situasi ini. Baik di dalam maupun di luar negeri, banyak warga Suriah mengungkapkan simpati mereka untuk Prancis.

Sebagian mengubah foto profil di Facebook dengan bendera Prancis, sedangkan yang lain menuliskan catatan solidaritas. Pada hari serangan, Darkazanli bahkan menerima pesan belasungkawa dari keluarganya di Raqqa, ibukota de facto ISIS di Suriah.

Alih-alih memikirkan kembali kebijakan pengungsi, rakyat Suriah berharap, serangan Paris bisa memaksa pembuat kebijakan Eropa untuk mengalihkan perhatian mereka kepada akar penyebab krisis pengungsi dan ancaman ISIS; Perang Sipil Suriah.

Pasalnya, solusi politik untuk perang Suriah telah lama terhambat oleh persaingan regional yang dimainkan masing-masing kubu. “Ini adalah kenyataan. Kami tahu bahwa jika kita tidak menghentikan kekerasan dan sektarianisme di Suriah, ini akan menyebar. Mungkin Prancis, Amerika, atau Inggris akan menjadi sasaran berikutnya,” kata Hussam Almrawweh (25), pengungsi asal Homs.

Dalam pandangan Almrawweh, serangan itu patut menjadi pengingat. Jika Anda tidak mengatasi akar terorisme, itu akan tetap menghantui Anda. Meski koran-koran menulis headline “Perang di Jantung Kota Paris”, situasi di Prancis tidak dapat dibandingkan dengan apa yang dialami pengungsi Suriah.

Di Suriah, perang benar-benar pertanyaan antara hidup dan mati. Di Prancis, masih ada stabilitas dan perdamaian, serta kesempatan untuk menapaki hidup baru. “ISIS mungkin ada di sini sekarang, tapi di sana ada lagi serangan bom dari rezim Bashar Assad dan Rusia,” tambah Chami.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement