Bagian Yahudi terletak di sisi selatan Kota Tua Yerusalem. Pengunjung dapat memasukinya melalui Gerbang Dung, yang disebut juga Bab al-Magharbeh. Dari sana, beberapa ratus meter ke arah utara, pengunjung akan sampai di Tembok Ratapan. Di sinilah kaum Yahudi beribadah dengan cara menghadapkan diri pada tembok sepanjang 488 meter itu. Dalam kepercayaan Yahudi, tembok yang terletak di sisi barat Masjid al-Aqsa ini bernilai suci karena diyakini sebagai sisa reruntuhan Kuil Sulaiman.
Bagian Kristen mendominasi sisi barat Kota Tua Yerusalem. Pengunjung dapat memasukinya via Gerbang Nabi Daud (Gerbang Zion) dari arah selatan; atau Gerbang al-Khalil/Gerbang Jaffa dari arah barat; serta Gerbang al-Jadid dari arah barat-laut. Bagian Kristen ini juga sering dipilah menjadi dua, yakni milik Nasrani di utara dan milik Kristen Armenia di selatan.
Di bagian milik Nasrani, terdapat Gereja Makam Suci (The Church of the Holy Sepulchre). Menurut kepercayaan Kristen, di sanalah lokasi Yesus disalib dan jasadnya sempat dimakamkan (kemudian diyakini kosong karena Yesus bangkit kembali). Adapun di bagian milik Kristen Armenia, terdapat Gereja St James.
Faktanya, pemilahan itu tidak memisahkan total simbol-simbol agama yang berbeda. Misalnya, di Bagian Islam, gereja-gereja masih dapat ditemui. Misalnya, Gereja Saint Anne dan Gereja Flagellation. Keduanya merupakan rumah ibadah umat Katolik. Kemudian, di Bagian Kristen ada pula sejumlah masjid. Sebut saja Masjid Qeimary (dekat Gerbang al-Jadid) dan Masjid Umar (seberang Gereja Makam Suci). Di Bagian Yahudi pun ada Masjid al-Kabir dan Masjid Mohareb.
Melihat tata ruang yang demikian, agaknya lebih tepat bila status internasional tetap dipertahankan pada Kota Yerusalem. Sejauh ini, yang memekik gembira atas keputusan Donald Trump hanyalah PM Israel, Benjamin Netanyahu, beserta para pendukungnya.
Bagaimana selanjutnya nasib Kota Tua Yerusalem selepas ujaran sesumbar Trump? Dunia sepertinya masih perlu bersabar menantikan kedamaian di Tanah Suci ini.