Selasa 19 Dec 2017 14:59 WIB

Menengok Hubungan Diplomatik Negara Terisolasi Korut

Rep: Marniati/ Red: Ani Nursalikah
Foto rilis dari pemerintah Korea Utara menggambarkan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un merayakan upaya percobaan rudal balistik jarak jauh  Hwasong-12 (Mars-12) diluncurkan militer Korea Utara
Foto: Reuters/Damir Sagolj
Warga berjalan dekat lokasi penyelenggaraan kongres partai pertama setelah 36 tahun di Pyongyang, Korea Utara, Jumat, 6 Mei 2016.

Informasi ini berasal dari negara-negara seperti Jerman, Inggris dan Swedia, yang memiliki satu majelis di sana. Namun, kegiatan ini, telah berhenti mengingat kembalinya duta besar mereka atau menutup misi Korea Utara di ibu kota mereka.

Jaringan misi Korea Utara di Asia, Eropa, Timur Tengah dan Afrika sangat penting untuk menghasilkan pendapatan legal dan ilegal, dan menghindari tekanan PBB yang terus berkembang. Keberadaan perwakilan diplomatik di Korea Utara dipenuhi dengan rasa curiga. Badan intelijen mencurigai pejabat masing-masing negara terlibat dalam misi tertentu.

Mereka memantau dengan seksama para diplomat dan mengarahkan pada pembatasan perjalanan yang ketat. Korea Utara juga menempatkan diplomatnya sendiri di bawah pengawasan intelijen kontra-intensif.

Hal ini menimbulkan pertanyaan terkait tujuan diplomasi yang ingin dicapai Korea Utara. Bagi beberapa negara sosialis atau komunis, seperti Kuba, Venezuela dan Laos, sebuah hubungan dengan Korea Utara membawa kemiripan dukungan ideologis bersama.

Tapi belakangan ini, ikatan diplomatik semacam itu dipertahankan lebih oleh sikap anti-Amerika yang umum daripada ideologi bersama - seperti juga kasus Suriah dan Iran.

Ke mana pun mereka dikirim, diplomat Pyongyang diharapkan dapat mendorong dukungan pro-pemerintah dan membantah sentimen bermusuhan.

Negara-negara Barat yang menjadi tuan rumah misi dan tetap tinggal di Pyongyang, seperti Jerman, melihat adanya nilai dalam menjaga jalur komunikasi diplomatik terbuka. Menurut Jerman percepatan diplomasi adalah solusi terbaik untuk masalah Korea.

Seorang mantan duta besar Inggris untuk Pyongyang berargumen bahwa keberadaan kedutaan di Korea Utara begitu berharga. Kedutaan dapat bertindak sebagai mata dan telinga masyarakat internasional dalam situasi yang tidak menentu.

Pemetaan link diplomatik Lowy Institute menunjukkan beberapa jaringan negara telah mengalami penyusutan. Hanya delapan dari 43 negara OECD yang terlibat. Dan G20 telah mengurangi peran mereka dalam dua tahun terakhir, terlepas dari penghematan anggaran sejak krisis keuangan.

Namun banyak juga negara yang memperluas jaringan diplomatik mereka, diantaranya Hungaria, Turki dan Australia. Peran kedutaan sebagai etalase diplomasi tampaknya mampu bertahan, termasuk bagi rezim yang terisolasi sekalipun. Dengan demikian opsi diplomatik antara Pyongyang dan seluruh dunia masih belum habis.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement