Rabu 06 Jun 2018 18:00 WIB

Lokasi KTT Trump-Kim Pernah Jadi Persembunyian Bajak Laut

Capella Hotel merupakan bangunan bergaya gabungan modern dan kolonial.

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Teguh Firmansyah
Kim Jong-un dan Presiden Donald Trump
Foto: AP Photos/Adam Schreck
Pulau Sentosa (Sentosa Island) di Singapura yang direncanakan sebagai lokasi pertemuan Presiden AS Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong-un, 12 Juni mendatang.

3. Dimiliki oleh Perusahaan Properti Singapura

Agen real estat Singapura Pontiac Land Group, yang dimiliki oleh keluarga Kwee, adalah perusahaan properti yang memiliki resor Pulau Sentosa. Perusahaan itu juga mengelola Ritz-Carlton Millenia Singapore, Conrad Centennial Singapore, Regent Singapore, dan Four Seasons Hotel, menurut situs riset 4Hoteliers.

Forbes melaporkan, empat bersaudara Kwee yang memiliki kekayaan gabungan sebesar 5,5 miliar dolar AS, membeli Cappella Hotel Group dari mantan presiden Ritz Carlton Horst Schulze pada 2017.

4. Tidak Pernah Jadi Tempat Pertemuan Politik

Tidak seperti Shangri-La Hotel di Singapura, Capella Hotel tidak pernah digunakan sebagai tempat pertemuan politik tingkat tinggi. Pada awalnya, para pejabat juga menunjuk Shangri-La Hotel sebagai tempat pertemuan Trump dan Kim Jong-un.

Hotel tersebut telah menjadi langganan beberapa pertemuan puncak tahunan internasional. Pada 2015, pertemuan antara Presiden Cina Xi Jinping dan Presiden Taiwan Ma Ying-jeou juga dilakukan di Shangri-La Hotel.

Namun, pekan lalu tim AS terlihat tengah berada di Capella Hotel bersama dengan pejabat Korut dalam persiapan KTT. Kemungkinan besar mereka tengah melakukan survei tempat sebelum KTT dilaksanakan.

5. Pernah Menjadi Tempat Persembunyian Bajak Laut

Pulau Sentosa dulunya pernah dijadikan sebagai tempat persembunyian kelompok bajak laut. Faktanya, pulau ini dulu dikenal sebagai Seashore of Pulau Blakang Mati, yang artinya "pulau kematian dari belakang."

"Cerita asal usul dari namanya juga bervariasi. Satu versi menyatakan, namanya diambil dari pembajakan dan pertumpahan darah yang terjadi di pulau tersebut. Versi lain mengatakan, pulau ini telah menjadi 'surga' bagi 'roh para prajurit' yang mayatnya dimakamkan di Pulau Brani di dekatnya," tulis Dewan Perpustakaan Nasional (NLB) Singapura dalam situsnya.

Selama bertahun-tahun, pulau ini telah berganti fungsi, mulai dari desa nelayan, kamp militer, hingga penjara yang menahan tawanan perang selama pendudukan Jepang dalam Perang Dunia II di Singapura. Sejak itu, pulau ini telah berubah menjadi tujuan wisata, fokus pada kegiatan rekreasi seperti makan malam, belanja, bermain golf, dan aktivitas lainnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement