Mereka mengatakan hanya akan bertemu dengan pemimpin kudeta Jenderal Senior Min Aung Hlaing setelah militer berhenti membunuh warga sipil dan membebaskan tahanan kudeta, termasuk Penasihat Negara Myanmar Daw Aung San Suu Kyi dan Presiden U Win Myint.
"Kami menyerukan komunitas internasional melarang penjualan senjata pemusnah massal, artileri, jet tempur dan teknologi canggih apa pun yang digunakan militer menyerang warga sipil yang tak bersenjata," kata KNU.
Mereka juga mendesak semua etnis dan komunitas internasional mengambil tindakan keras dan menjatuhkan sanksi efektif terhadap rezim, dengan mengatakan junta menghancurkan masyarakat.
Sejak kudeta, kelompok hak asasi manusia menuntut Dewan Keamanan PBB (DK PBB) segera memberlakukan embargo senjata global terhadap Myanmar. Hingga Sabtu, setidaknya 550 warga sipil tewas karena tindakan keras militer terhadap pengunjuk rasa anti-kudeta.
Pada Jumat, DK PBB mengeluarkan pernyataan yang mengutuk militer atas penggunaan kekerasan terhadap pengunjuk rasa anti-pemerintah di Myanmar, setelah pertemuan tertutup. Pertemuan itu diadakan sebagai upaya untuk menjatuhkan sanksi kepada rezim militer dan menghentikan pertumpahan darah di Myanmar. Namun, China kembali menolak "sanksi atau tindakan pemaksaan lainnya" terhadap rezim pada pertemuan DK PBB.
Atas desakan China, PBB melunakkan bahasa pernyataan tersebut, menghapus kata-kata seperti "membunuh" dan "menyesalkan" untuk menggambarkan penggunaan kekerasan terhadap pengunjuk rasa damai.