Sebelumnya, Mahkamah Agung telah dijadwalkan untuk mengeluarkan putusan pada Mei. Namun mereka menunda keputusan setelah jaksa agung meminta lebih banyak waktu mempertimbangkan kasus-kasus tersebut.
Pengusiran itu memicu protes yang meluas oleh warga Palestina. Aksi ini kemudian ditanggapi dengan tindakan keras oleh pasukan keamanan Israel. Eskalasi antara pasukan Israel dan Hamas meningkat sehingga terjadi pertempuran selama 11 hari pada Mei lalu di Gaza. Hal ini menjadi ujian bagi koalisi pemerintahan baru Israel, yang mencakup tiga partai pro-pemukiman dan sebuah partai kecil yang mewakili warga Palestina di Israel.
Para pemukim Yahudi telah melakukan kampanye selama puluhan tahun untuk mengusir keluarga-keluarga Palestina ke luar tembok Kota Tua. Wilayah ini merupakan salah satu bagian paling sensitif dari Yerusalem Timur yang diduduki.
Para pemukim mengklaim bahwa rumah-rumah warga Palestina dibangun di atas tanah yang dimiliki oleh orang Yahudi sebelum perang 1948. Hukum Israel mengizinkan orang Yahudi untuk merebut kembali properti tersebut. Namun warga Palestina menolak untuk memberikan rumah yang telah mereka tempati selama turun temurun.
Yordania menguasai Yerusalem Timur dari 1948 hingga 1967. Keluarga-keluarga Palestina menjadi pengungsi selama perang tahun 1948. Pihak berwenang Yordania menawarkan rumah kepada warga Palestina, sebagai imbalan untuk melepaskan status pengungsi mereka.
Israel menduduki Yerusalem Timur, bersama dengan Tepi Barat dan Gaza, pada 1967 dan mencaploknya. Namun langkah Israel ini tidak diakui secara internasional.
Pada 1972, kelompok pemukim mengatakan kepada keluarga Palestina bahwa, mereka masuk di tanah milik Yahudi tanpa izin. Ini adalah awal dari pertempuran hukum panjang yang dalam beberapa bulan terakhir telah memuncak dengan perintah pengusiran terhadap 36 keluarga di Sheikh Jarrah dan dua lingkungan lainnya di Yerusalem Timur yang diduduki. Kelompok hak asasi memperkirakan bahwa lebih dari 1.000 warga Palestina berisiko diusir dari rumah mereka.