Rabu 08 Sep 2021 19:17 WIB

ASEAN dan Barat Desak Myanmar Hindari Kekerasan

ASEAN dan Barat mendesak semua pihak di Myanmar untuk menahan diri sepenuhnya

Rep: Fergi Nadira/ Red: Christiyaningsih
Ilustrasi. Warga Myanmar unjuk rasa menolak junta militer
Foto:

"Deklarasi NUG mendapat dukungan kuat di media sosial Myanmar," kata Richard Horsey, pakar Myanmar di International Crisis Group. Namun dia masih ragu dengan kapasitas oposisi dalam niat meningkatkan perang melawan militer Myanmar yang diperlengkapi dengan baik.

Dia menilai deklarasi "perang" NUG mungkin menjadi bumerang dengan mempersulit beberapa negara untuk mendukungnya. Duta Besar Inggris untuk Myanmar Pete Vowles mengatakan Inggris sangat mengutuk kudeta dan kebrutalan junta. Dia juga mendesak semua pihak untuk terlibat dalam dialog.

Sementara negara-negara Barat telah menjatuhkan sanksi untuk menekan junta. ASEAN juga telah memimpin upaya untuk solusi Myanmar, tapi beberapa negara anggota kesal karena kemajuan sangat minim.

"Saya hanya bisa mengatakan bahwa kami frustrasi karena konsensus lima poin tidak dapat dilaksanakan secepat mungkin," ujar Menteri Luar Negeri Malaysia Saifuddin Abdullah. Ia merujuk pada rencana ASEAN yang diajukan kepada junta pada April untuk mengakhiri kekerasan.

Utusan khusus ASEAN untuk Myanmar sekaligus Menteri Luar Negeri Kedua Brunei Darussalam, Erywan Yusof, pada akhir pekan lalu menuturkan rezim militer menyetujui gencatan senjata sampai akhir tahun. Ini bertujuan untuk memastikan kelancaran distribusi bantuan kemanusiaan ke negara tersebut. Namun belum ada pihak militer yang mengonfirmasi hal ini.

Juru bicara Departemen Luar Negeri AS mencatat pernyataan "perang defensif rakyat", tapi dia juga menyerukan perdamaian untuk memungkinkan pengiriman bantuan dan obat-obatan. "Amerika Serikat tidak memaafkan kekerasan sebagai solusi untuk krisis saat ini dan menyerukan semua pihak untuk tetap damai," kata juru bicara itu.

Berbeda dengan sebagian besar negara Barat yang mengutuk tentara karena menggulingkan pemerintah Suu Kyi, China yang memiliki kepentingan ekonomi yang cukup besar di Myanmar telah mengambil sikap lebih lembut. China mengatakan prioritasnya adalah stabilitas dan tidak mengganggu tetangganya. Surat kabar Global Times yang dikelola pemerintah China memperingatkan jika negara-negara Barat mendukung pasukan anti-junta secara militer, hal itu justru dapat memicu gejolak kekerasan.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement