Ahad 10 Oct 2021 20:44 WIB

Memahami Ijtihad Gus Dur dan Gus Yahya Bela Palestina 

Gus Dur dan Gus Yahya mempunyai cita-cita luhur untuk Palestina

Gus Dur dan Gus Yahya mempunyai cita-cita luhur untuk Palestina. Ilustrasi Al Aqsa Palestina
Foto:

Oleh : Sekretaris PP MDS Rijalul Ansor,  Ustadz Ali Mashar Lc MA   

Yang dimaksud oleh Mesir dan Yordania dengan mendukung berdirinya negara Palestina adalah  Palestina yang merdeka di atas wilayah negara Israel yang sudah mendeklarasikan kemerdekaannya itu.

Adapun Gaza dan West Bank tetap menjadi milik Mesir dan Yordania. Raja Yordania baru melepas wilayah West Bank untuk diberikan kepada rakyat Palestina pada 1988. Ya, memang rumit.  

Adapun Gaza, setelah dikuasai Mesir dan sempat memiliki administrasi bayangan yang disebut “All-Palestine Government,”  kemudian jatuh dalam pendudukan Israel sejak 1967. Israel yang kelelahan “mengurus” Gaza, sempat mengisyaratkan untuk meminta Mesir mengambil kembali wilayah Gaza. Tapi Mesir menolak.  

Pada 15 November 1988, Majelis Nasional Palestina menyatakan kemerdekaan negara Palestina. Deklarasi itu disuarakan dari Aljazair. 

PBB dibuat bingung dengan deklarasi kemerdekaan ini karena tidak mencantumkan secara jelas wilayah negara Palestina yang dideklarasikan tersebut. Deklarasi kemerdekaan itu juga tidak mencatumkan pengakuan atas 

Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 242 dan 338. Padahal dua resolusi yang di antaranya berisi tentang gencatan senjata, pengakuan batas wilayah Israel, dan penarikan pasukan Israel dari wilayah pendudukan itu, sudah disepakati Koalisi Arab dan Dewan Keamanan PBB.  

Pada 1979, Mesir di bawah Anwar Sadat dan Israel di bawah Begin, menandatangani kesepakatan Camp David yang disponsori Presiden Carter. Kesepakatan yang di antara isinya adalah pembukaan hubungan diplomatik antara Mesir dan Israel itu memberikan harapan nyata bagi terwujudnya perdamaian dan kemerdekaan negara Palestina.  

Tetapi seluruh negara Arab, termasuk PLO, menentang kesepakatan tersebut. Anwar Sadat dimusuhi, negara Mesir dikeluarkan dari Liga Arab. Bahkan akhirnya Anwar Sadat dibunuh. 

Pada 1993, diam-diam Yasser Arafat, pemimpin PLO membuat kesepakatan Oslo bersama Israel, yang isinya tidak jauh berbeda dengan yang disepakati Anwar Sadat. 

Kesepakatan Oslo menyetujui pemerintahan mandiri rakyat palestina atas wilayah Gaza, Jericho, dan Tepi Barat. 

Pada 9 September 1993, Yasser Arafat menyatakan bahwa PLO mengakui keberadaan negara Israel. PLO menghapus butir-butir perjuangan dalam Piagam Nasional Palestina yang menyatakan bahwa Israel adalah negara ilegal. Ya, perdamaian hampir tercapai. Palestina hampir merdeka. 

Tiba-tiba radikalisme agama kaum Yahudi Ortodoks di Israel menguat bersamaan dengan menguatnya Kelompok Ikhwanul Muslimin (IM) di Gaza. Kelompok radikal Yahudi menentang kesepakatan damai. IM yang menjelma menjadi Hamas juga menentang. Yasser Arafat dicaci maki. Intifadah bergulir. Perdamaian dan kemerdekaan Palestina tinggal harapan. 

Gus Dur sempat ingin membuka kembali pintu dialog agar konflik Arab-Israel tidak terjatuh semakin dalam ke jurang gelap tak berujung, yang hanya akan menambah kesengsaraan rakyat Palestina.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement