Jumat 19 Nov 2021 10:08 WIB

Pengungsi di Perbatasan Belarusia Sedih karena Dipulangkan

Para pengungsi di Belarusia sedih karena gagal mencari harapan baru di Eropa

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Christiyaningsih
Para migran berkumpul di depan pagar kawat berduri dan tentara Polandia di pos pemeriksaan Kuznitsa di perbatasan Belarus-Polandia dekat Grodno, Belarus, pada Senin, 15 November 2021. Para pengungsi di Belarusia sedih karena gagal mencari harapan baru di Eropa.
Foto:

Sekarang, ratusan calon migran pulang ke rumah setelah gagal melintasi perbatasan yang dijaga ketat. Beberapa migran menggambarkan kondisi keras hidup di hutan pada musim dingin, terutama dengan anak-anak kecil. Mereka menghadapi pemukulan oleh penjaga perbatasan.

Seorang Kurdi Irak berusia 30 tahun, yang menolak menyebutkan namanya, memutuskan untuk mendaftar penerbangan evakuasi bersama istrinya. Dia memilih untuk pulang setelah berusaha menyeberang setidaknya delapan kali dari Belarusia ke Lithuania dan Polandia.

"Saya tidak akan kembali (ke Irak) jika bukan karena istri saya," katanya kepada Reuters sehari sebelum penerbangan evakuasi. “Dia tidak ingin kembali bersamaku ke perbatasan karena dia melihat terlalu banyak kengerian di sana," ujar pria itu.

Uni Eropa telah menekan maskapai penerbangan untuk berhenti menerbangkan para migran ke Minsk. Beberapa maskapai telah setuju untuk menghentikan penerbangan ke ibukota Belarusia. Sebagian besar penumpang pesawat berasal dari negara-negara Timur Tengah termasuk Irak dan Suriah.

Selama beberapa bulan terakhir, pengungsi dari sejumlah negara Timur Tengah seperti Suriah dan Irak telah meningkat di perbatasan Belarusia dengan Polandia, termasuk negara bagian terdekat lainnya. Mereka diterbangkan ke Minsk oleh konsorsium penyelundup dan perusahaan seperti maskapai penerbangan rezim Suriah, Cham Wings. Mereka kemudian ditinggalkan di ibu kota dan diangkut oleh pihak berwenang ke perbatasan.

Sejak itu, sekitar 2.000 pengungsi telah ditahan di perbatasan Belarusia-Polandia. Sebagian besar para migran dipukuli, dianiaya, dan terkadang dipaksa melintasi perbatasan dalam kondisi cuaca buruk.

Sedikitnya delapan orang tewas di perbatasan dalam beberapa bulan terakhir. Termasuk seorang remaja asal Suriah berusia 19 tahun yang tenggelam di sungai saat mencoba menyeberang ke Uni Eropa.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement