Selasa 26 Feb 2019 16:57 WIB

Presiden Mesir Peringatkan Eropa Atas Kritik Eksekusi Mati

Presiden Mesir menyebut eksekusi mati tidak berarti mengesampingkan HAM.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Presiden Mesir Jenderal Abdel Fatah al-Sisi.
Foto: Reuters
Presiden Mesir Jenderal Abdel Fatah al-Sisi.

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi meminta negara-negara Eropa tidak memaksakan cara pandangnya terhadap negaranya. Komentar itu merupakan respons Sisi atas kritikan yang ditujukan padanya terkait eksekusi mati di Mesir baru-baru ini.

"Anda berbicara tentang hukuman mati, kami menghargai ini, tapi kami mendesak Anda untuk tidak memaksakan apa pun pada kami," kata Sisi dalam konferensi pers seusai perhelatan KTT Liga Arab-Uni Eropa di Sharm El-Sheikh, Mesir, dikutip laman Ahram Online pada Senin (25/2).

Baca Juga

Sisi menjelaskan, ketika sesorang tewas akibat tindakan teroris, keluarga korban meminta pemerintah untuk mendapatkan hak anak-anak mereka. "Ini adalah budaya dari wilayah kami. Ini adalah hak yang dicapai melalui hukum. Anda ingin mengajari kami? Anda tidak akan mengajarkan soal kemanusiaan kami," ujarnya.

Pada kesempatan itu, Sisi juga sempat menanggapi pertanyaan jurnalis Jerman tentang ketidakpuasan Uni Eropa atas catatan hak asasi manusia (HAM) Mesir. "Biarkan saya memberitahu reporter, bahwa prioritas Anda sebagai negara Eropa adalah mencapai kesejahteraan, prioritas kami adalah melindungi negara kami dan melindungi mereka dari destruksi serta kehancuran," kata Sisi.

"Tolong, ketika Anda menanggapi peristiwa di wilayah kami, lihatlah secara komprehensif. Ini tidak berarti mengesampingkan HAM," ujar Sisi mengutip 'tantangan besar' yang dihadapi Mesir.

Beberapa kelompok HAM serta Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk HAM (OHCHR) telah mengecam Mesir karena mengeksekusi mati 15 orang bulan ini karena terbukti terlibat dalam aksi pembunuhan pada 2015. Mereka juga dihukum atas pembunuhan seorang putra hakim pada 2014 dan seorang perwira polisi setelah kejadian pembubaran Rabaa El-Adawiya pada 2013.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement