Jumat 05 Feb 2021 10:47 WIB

Kendali Kuat Militer dalam Politik Myanmar

Militer mengontrol tanpa kendali atas politik negara di Myanmar

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
 Kendaraan militer dan tentara berpatroli di jalan di Naypyitaw, Myanmar,  Rabu (3/2). Militer Myanmar merebut kekuasaan dan mengumumkan keadaan darurat selama satu tahun setelah menangkap Penasihat Negara Aung San Suu Kyi dan Presiden Myanmar Win Myint.
Foto:

Baru-baru ini, klaim bahwa Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) meningkatkan dukungan populer untuk militer. ARSA adalah sebuah kelompok bersenjata yang memperjuangkan hak-hak Rohingya, melakukan serangan teroris dengan bantuan pejuang asing di Negara Bagian Rakhine barat.

Konsekuensi operasi pembersihan Tatmadaw yang menargetkan warga sipil Rohingya pada 2016-2017 didukung oleh mayoritas publik Burma. Penumpasan berdarah itu terjadi meskipun serangan tersebut didefinisikan sebagai pembantaian dan bahkan sebagai genosida oleh banyak orang di komunitas internasional.

Para pembela militer di Myanmar sebagian besar berasal dari mayoritas etnis Bamar, yang memandang diri mereka sebagai pewaris sah kerajaan masa lalu Burma. Tentara juga “membeli” dukungan rakyat dengan memberikan sumbangan yang mewah kepada Sangha Buddha, atau komunitas, dan mendanai pembangunan sekolah biara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement